Paus Emeritus Benediktus XVI

Pope Benedict XVI delivers his blessing during a Vespers Mass in St. Peter's Basilica at the Vatican, Saturday, Nov. 28, 2009. (AP Photo/Pier Paolo Cito)

28 Februari 2013 merupakan hari yang mengejutkan bagi umat Katolik sedunia. Hari tersebut merupakan momen ketika Paus Benediktus XVI secara resmi mengundurkan diri dari pelayanan-Nya sebagai Penerus Petrus dan Uskup Roma.

Dalam audiensi umum terakhirnya, Paus Benediktus berkata bahwa keputusannya untuk mengundurkan diri merupakan keputusan yang menyakitkan, namun perlu dilakukan demi kebaikan Gereja. Paus merasa bahwa ia tidak memiliki kekuatan yang memadai secara rohani untuk terus mengemudikan bahtera Petrus.

Bila kita berkilas balik melihat perjalanan Joseph Ratzinger sedari muda, maka sebenarnya apa yang menjadi cita-citanya ialah menjadi seorang profesor teologi. Ia pun berhasil mencapai apa yang ia impikan di usia yang sangat muda. Namun Tuhan memiliki rencana-Nya sendiri. Ia kemudian ditahbiskan sebagai Uskup, diangkat sebagai kardinal, dan tidak lama kemudian Paus Yohanes Paulus II menghendaki ia mengemban jabatan sebagai Prefek Kongregasi Ajaran Iman, sebuah posisi yang menjadikan Ratzinger sebagai penjaga dan pembela iman. Setelah Paus Yohanes Paulus II wafat, para kardinal pun memilihnya sebagai paus.

Joseph Ratzinger sebenarnya tidak ingin mengemban jabatan sebagai Prefek CDF maupun sebagai paus. Bahkan, ketika masih menjabat sebagai Prefek CDF, ia sempat mengajukan surat pengunduran diri kepada paus dan ingin menghabiskan hidupnya sebagai pustakawan. Namun Yohanes Paulus II menghendakinya hingga akhir hayatnya. Di sini kita melihat gambaran seseorang yang siap untuk taat terhadap kehendak Tuhan, sekalipun hal tersebut bertentangan dengan keinginannya. Dengan demikian, dimulailah kepemimpinannya sebagai Penerus Petrus, melanjutkan apa yang sudah dibangun oleh pendahulunya.

Masa kepausannya tergolong singkat, hanya delapan tahun. Meskipun Ratzinger sangat minim pengalaman pastoral, namun hal ini tidak menjadi hambatan. Terbukti ia memiliki kepemimpinan yang handal dalam menggembalakan umat Katolik sedunia. Prioritas utama kepausannya ialah menghadirkan wajah Allah di dunia yang semakin melupakan Tuhan. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka yang dilakukan Paus Benediktus ialah dengan membaharui Liturgi, sumber dan puncak kehidupan Gereja. Paus Benediktus memimpin pembenahan terjemahan teks Liturgi berbahasa Inggris, yang sangat mendistorsi ajaran Gereja. Ia juga mengeluarkan Anjuran Apostolik Sakramen Cinta Kasih (Sacramentum Caritatis) yang membahas tentang Perayaan Ekaristi. Kemudian ia pun juga membebaskan Misa Tridentine, dan sangat mendorong diperluasnya pelestarian harta karun iman ini bagi umat beriman.

Persatuan Kristen merupakan area yang menjadi prioritasnya. Ada banyak kelompok Anglikan yang kemudian kembali ke dalam Gereja Katolik. Paus Benediktus pun juga mengadakan dialog doktrinal dengan Serikat Santo Pius X (SSPX), berkenaan dengan ajaran dan perubahan yang terjadi setelah Konsili Vatikan II.

Katekese iman Katolik juga menjadi salah satu ciri khas kepausannya. Sejak menjabat sebagai Prefek CDF, ia ditugasi oleh Paus Yohanes Paulus II untuk menyusun Katekismus Gereja Katolik, sebuah dokumen resmi yang merangkum seluruh ajaran iman Katolik. Lalu diterbitkan pula Kompendium Katekismus Gereja Katolik, ringkasan katekismus dalam bentuk tanya jawab, untuk memudahkan seseorang memperdalam iman. Tidak hanya itu, Paus Benediktus juga menerbitkan Youth Catechism (YouCat), katekismus khusus bagi kaum muda.

5623920034_691f41e98b_zSelama menjadi Paus, Joseph Ratzinger juga menulis trilogi buku mengenai Yesus dari Nazareth. Buku ini merupakan hasil pencarian pribadinya akan wajah Allah. Ia pun berharap agar semakin banyak orang mengalami persahabatan dengan Allah melalui bukunya.

Paus Benediktus menampilkan talentanya sebagai seorang guru melalui audiensi umum. Topik-topik yang dibahas melalui audiensi umumnya ini ialah tentang keduabelas rasul, rasul Paulus (bahkan sempat diadakan Tahun Paulus dalam kepausannya), serangkaian audiensi umum tentang Bapa Gereja, Doktor Gereja, santo-santa lain yang memiliki pengaruh besar dalam Gereja Katolik, juga terdapat katekese dengan tema “Sekolah Doa” yang mengupas ajaran Katolik tentang doa. Sebelum mengundurkan diri, ia pun sempat menyelenggarakan tahun iman, di mana pada kesempatan ini audiensi umumnya mengambil tema iman dan penjelasan tentang kredo (pengakuan iman). Ensiklik yang ia tulis pun bertemakan kebajikan teologis, yakni kasih (Deus Caritas Est), harapan (Spe Salvi), kasih dan kebenaran (Caritas in Veritate) dan juga iman (Lumen Fidei, ini merupakan ensiklik yang ditulis selama tahun iman berlangsung, kemudian diterbitkan atas nama Paus Fransiskus. Namun sebagian besar draft ensiklik ini ditulis oleh Paus Benediktus).

Paus Benediktus juga merupakan seorang pengkhotbah yang ulung. Dalam setiap homilinya, ia mampu menjelaskan makna Kitab Suci dengan indah dan mendalam, yang tidak jarang pula ia menggunakan teks doa Liturgis dan simbol-simbol Liturgi untuk menjelaskan ajaran iman. Terkadang kita juga dapat melihat jejak pemikiran Bapa Gereja dalam homili-homilinya.

Begitu besar peran Paus Benediktus XVI bagi umat Katolik sedunia. Ia memang pantas menduduki tahta Petrus, sebagai uskup dan juga teolog yang membaktikan dirinya bagi pelayanan Tuhan dan Gereja. Sudah layak dan sepantasnya, kita mengucap syukur kepada Tuhan karena telah memberikan pemimpin rohani yang sungguh menjadi gembala yang baik. Mari kita doakan pula Paus Benediktus, agar ia mampu menjalani sisa hidupnya dalam damai. Mari kita wujudkan pula bentuk terima kasih kita kepada Paus Benediktus, dengan cara mempelajari ajaran Gereja serta tulisan-tulisannya yang mampu menguraikan keindahan iman Katolik dan menyentuh hati banyak orang.

8466729219_aaacb700f7_o

***

Paus Benediktus XVI merupakan tokoh penting bagi pendiri blog Lux Veritatis 7. Bisa dikatakan, blog ini memperoleh inspirasi dan semangatnya melalui teladan yang diberikan Paus Benediktus ketika menduduki Tahta Petrus, khususnya dalam hal mewartakan iman, membela kebenaran, dan menghormati Liturgi. Oleh karena itu, kami mengumpulkan seluruh kutipan dan tulisan yang berasal dari Paus Benediktus XVI yang ada di blog ini. Semoga apa yang ditulis beliau bermanfaat bagi kita semua!

———————————————————–

“Saya sekarang menghadapi bab terakhir kehidupan saya dan saya tidak tahu apa yang menanti saya. Namun saya tahu bahwa terang Allah ada, bahwa Ia bangkit, bahwa terang-Nya lebih kuat daripada kegelapan apapun, bahwa kebaikan Allah lebih kuat daripada kejahatan apapun didunia ini. Dan hal ini membantu saya untuk melangkah maju dengan pasti. Semoga hal ini membantu kita untuk melangkah maju, dan disaat ini saya sepenuh hati berterima kasih kepada mereka yang terus membantu saya memahami “Ya” kepada Allah melalui iman mereka.”

“Keberanian untuk berdiri kokoh dalam kebenaran adalah tuntutan yang tak terhindarkan dari mereka yang dikirim Tuhan sebagai domba diantara serigala. “Mereka yang takut akan Tuhan tidak akan takut”, kata kitab Sirach (34:16). Takut akan Allah membebaskan kita dari takut akan manusia. Ia membebaskan.”

“Gereja adalah tempat pertemuan dengan Putra Allah yang hidup dan karenanya menjadi tempat pertemuan diantara diri kita. Inilah sukacita yang diberikan Allah : bahwa Ia membuat diri-Nya menjadi satu diantara kita.”

“Kekudusan bukanlah kemewahan, bukanlah hak istimewa beberapa orang, sebuah tujuan yang tidak mungkin bagi orang biasa; kekudusan sebenarnya adalah tujuan akhir bersama semua manusia yang dipanggil menjadi anak-anak Allah, panggilan universal semua orang terbaptis.”

“Kebenaran dan kasih serupa dalam Kristus. Sejauh kita mendekat kepada Kristus, dalam hidup kita juga, kebenaran dan kasih bercampur.”

“Tidak dengan menghindar atau melarikan diri dari penderitaan maka kita disembuhkan, melainkan dengan kemampuan kita untuk menerimanya, menjadi dewasa melaluinya dan menemukan makna melalui persatuan dengan Kristus, yang menderita dengan kasih yang tak terhingga.”

“Marilah kita melihat pada Kristus yang ditikam di Salib! Ia adalah wahyu kasih Allah yang tertinggi…Di Salib, Allah sendirilah yang memohon kasih bagi ciptaan-Nya : Ia harus akan kasih bagi setiap orang diantara kita.”

“Orang Kristen tidak pernah bisa menjadi sedih, karena mereka telah bertemu Kristus, yang menyerahkan hidup-Nya bagi mereka.”

“Beritahu mereka bahwa menjadi sahabat Yesus adalah hal yang indah, dan merupakan hal yang pantas untuk mengikuti Dia.”

“Mereka yang berdoa tidak pernah kehilangan harapan, bahkan ketika mereka menemukan diri mereka dalam keadaan yang sulit dan tak berpengharapan secara manusiawi.”

“Sekarang kita tidak bisa lagi menjadi seorang Kristen sebagai konsekuensi dari fakta bahwa kita hidup dalam masyarakat yang memiliki akar kristiani : bahkan mereka yang lahir dalam keluarga kristen dan dibentuk dalam iman harus, setiap hari, memperbaharui pilihan untuk mengikuti Kristus, memberikan Allah tempat pertama, bukannya menyerah pada godaan yang terus menerus diberikan oleh budaya yang tersekulerisasi, atau kritisisme orang-orang jaman sekarang.”

“Godaan untuk menyingkirkan iman selalu ada dan pertobatan menjadi sebuah tanggapan kepada Allah yang harus diteguhkan terus menerus sepanjang hidup manusia.”

“Sangat membantu bagi kita untuk mengaku dosa dengan teratur. Benar bahwa dosa kita selalu sama; tapi kita membersihkan rumah kita, ruangan kita, paling tidak sekali seminggu bahkan bila kotorannya selalu sama, dengan tujuan untuk hidup dalam kebersihan, untuk memulai kembali. Bila kita melakukan hal yang sebaliknya,  kotoran mungkin tidak dilihat, tapi kotoran tersebut akan bertambah.”

“Jika engkau mengikuti kehendak Allah, engkau tahu bahwa biarpun ada serba macam hal mengerikan yang terjadi atas dirimu, namun engkau tidak akan kehilangan tempat perlindungan terakhir. Engkau tahu bahwa fondasi dunia ini adalah kasih sehingga biarpun tak ada seorang manusia pun yang dapat atau bersedia membantumu, engkau tetap dapat berjalan maju, seraya mempercayai Ia yang mengasihimu.”

“Bahkan sekarang ini Allah meminta kita untuk menjadi “penjaga” bagi saudara dan saudari kita (Kej 4:9) untuk membuat sebuah hubungan yang berdasarkan [sikap] saling memperhatikan satu sama lain.”

“Orang muda menginginkan hal-hal besar…Kristus tidak menjanjikan kehidupan yang mudah. Mereka yang menginginkan kenyamanan telah masuk ke jalan yang salah. Tapi kristus menunjukkan kita jalan menuju hal-hal besar, kebaikan, terhadap kehidupan manusia yang autentik.”

“Rasa bersalah tidak boleh dibusukkan dalam keheningan jiwa,  meracuni jiwa dari dalam. Rasa bersalah perlu diakui. Melalui pengakuan dosa kita membawanya kedalam terang, kita menempatkannya dalam cinta Kristus yang memurnikan. Dalam pengakuan, Tuhan membasuh kaki kita yang kotor lagi dan lagi dan mempersiapkan kita untuk berada di meja perjamuan dengan-Nya.”

“Pertanyaan tentang kebenaran dan apa itu kebaikan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Bila kita tidak lagi mengenali apa yang benar tidak tidak lagi bisa membedakannya dari apa yang salah, dan menjadi tidak mungkin bagi kita untuk mengenali apa yang baik; perbedaan antara kebaikan dan kejahatan kehilangan dasarnya.”

“Kemuliaan Maria terletak di dalam fakta bahwa Ia ingin memuliakan Allah, bukan dirinya.”

“Begitu banyak umat terbaptis kehilangan identitas dan keanggotaannya : mereka tidak tahu konten iman yang esensial atau mereka berpikir bahwa mereka bisa menumbuhkan iman terpisah dari perantaraan Gerejawi. Dan sementara banyak orang melihat dengan ragu pada kebenaran-kebenaran yang diajarkan Gereja, yang lainnya mereduksi Kerajaan Allah menjadi suatu nilai-nilai besar, yang tentu berhubungan dengan Injil, tapi tidak lagi berhubungan dengan inti iman Kristen…Dalam konteks ini, bagaimana kita menghidupi tanggung jawab yang dipercayakan kepada kita oleh Tuhan?”

“Kekudusan bukan berarti tidak membuat kesalahan atau tidak pernah berdosa. Kekudusan tumbuh dengan kesanggupan untuk perubahan, pertobatan, kerelaan untuk memulai kembali, dan diatas segalanya, kesanggupan untuk [memulai] rekonsiliasi dan pengampunan.”

“Memiliki iman yang jelas, berdasarkan pada Syahadat Gereja, sering dicap sebagai fundamentalisme. Sedangkan, relativisme, dimana membiarkan diri dilempar dan “tersapu oleh angin pengajaran”, sepertinya merupakan sikap yang satu-satunya diterima pada standar saat ini. Kita sedang bergerak menuju kediktatoran relativisme yang tidak mengakui apapun yang pasti dan tujuan tertingginya adalah egonya sendiri dan keinginannya sendiri.”

“Setiap kali tepuk tangan terjadi di tengah liturgi yang disebabkan oleh semacam prestasi manusia, itu adalah tanda yang pasti bahwa esensi liturgi telah secara total hilang, dan telah digantikan dengan semacam pertunjukan religius.”

“Liturgi bukan tentang kita yang melakukan sesuatu, bukan tentang kita yang menampilkan kreativitas kita, bukan tentang kita menampilkan semua hal yang bisa kita lakukan. Liturgi bukanlah sebuah pertunjukan, teater, ataupun sebuah pawai.”

“Ada yang salah menafsirkan pencarian akan kebenaran ini, yang memimpin mereka kepada irasionalitas dan fanatisme; mereka menutup diri mereka sendiri dalam “kebenarannya”, dan mencoba untuk memaksakannya pada orang lain. … Siapapun yang bertindak irasional, tidak bisa menjadi murid Yesus. Iman dan akal adalah penting dan saling melengkapi dalam pencarian akan kebenaran.”

“Ketika Allah dikesampingkan, dunia menjadi tempat yang tidak ramah bagi manusia.”

“Seringkali doa dilakukan pada situasi-situasi sulit, pada masalah-masalah pribadi yang membawa kita berpaling kepada Tuhan guna mendapatkan keringanan, kenyamanan dan bantuan. Maria mengajak kita untuk memperluas dimensi doa, untuk berpaling kepada Allah tidak hanya pada saat butuh dan tidak hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga dalam cara yang tak terbagi, tekun, dan setia, dengan ‘sehati sejiwa.’”

“Percaya dalam tindakan Roh Kudus harus selalu mendorong kita untuk pergi dan mewartakan Injil, menjadi saksi iman yang berani; tapi, selain dari kemungkinan adanya tanggapan positif terhadap karunia iman, juga ada kemungkinan penolakan terhadap Injil, kemungkinan untuk tidak menerima pertemuan penting dengan Kristus. St. Augustinus sudah menyatakan masalah ini dalam salah satu komentarnya terhadap perumpamaan Penabur. “Kita berbicara”, ia berkata, “kita menebar benih, kita menaburkan benih. Ada orang yang mengejek kita, mereka yang mengolok-olok kita, mereka yang mencemoohkan kita. Bila kita takut pada mereka kita tidak memiliki apapun untuk ditabur dan pada hari panen kita tidak akan menuai hasil panen. Karenanya semoga benih didalam tanah yang baik dapat bertumbuh” (Discourse on Christian Discipline, 13,14: PL 40, 677-678). Penolakan, karenanya tidak dapat melemahkan kita. Sebagai orang Kristen, kita adalah bukti dari tanah yang subur ini. Iman kita, bahkan dengan kelemahan-kelemahan kita, menunjukkan bahwa ada tanah yang baik, dimana benih Sabda Allah menghasilkan buah keadilan, kedamaian, cinta, kemanusiaan dan keselamatan yang melimpah. Dan seluruh sejarah Gereja, dengan semua persoalannya, juga menunjukkan bahwa ada tanah yang baik, bahwa ada benih yang baik dan benih tersebut menghasilkan buah.”

“Rasa sakit adalah bagian dari manusia. Siapapun yang sungguh ingin menyingkirkan penderitaan harus menyingkirkan cinta dihadapan segalanya, karena tidak ada cinta tanpa penderitaan, karena cinta selalu menuntut sebuah unsur pengorbanan-diri, karena, walau terdapat perbedaan temperamental dan drama situasi, cinta akan selalu membawa bersamanya penolakan dan rasa sakit.

Ketika kita mengetahui bahwa jalan cinta – eksodus ini, keluar dari diri sendiri – adalah jalan sejati yang olehnya manusia menjadi manusia, maka kita juga memahami bahwa penderitaan adalah proses yang melaluinya kita menjadi dewasa. Siapapun yang menerima penderitaan secara batiniah menjadi lebih dewasa dan lebih memahami orang lain, menjadi lebih manusiawi. Siapapun yang secara konsisten menghindari penderitaan tidak memahami orang lain; ia menjadi keras dan egois.

Namun di sisi lain, saya dibawa keluar dari ketenangan saya yang nyaman dan harus membiarkan diri saya dibentuk kembali. Bila kita berkata bahwa penderitaan adalah sisi batiniah dari cinta, maka kita juga memahami betapa penting untuk belajar menderita – dan mengapa, sebaliknya, upaya menghindar dari penderitaan membuat seseorang tidak mampu mengatas kehidupannya. Ia ditinggalkan dengan kekosongan eksistensial, yang selanjutnya digabungkan dengan kepahitan, dengan penolakan dan tidak lagi memiliki penerimaan batin atau perkembangan menuju kedewasaan.”

Kumpulan Foto dan Kutipan dari Paus Benediktus XVI, dari website Vatikan :

Benedictus XVI

Album Foto : Memories of Joseph Ratzinger (Facebook Vatican Radio)

Kumpulan tweets Paus Benediktus XVI :

“Teman-teman yang terkasih, saya senang berkomunikasi denganmu melalui Twitter. Terima kasih atas tanggapannya yang baik. Saya memberkati kalian semua dari hatiku.” (12 Desember 2012)

“Bagaimana kita bisa merayakan Tahun Iman dengan lebih baik dalam kehidupan sehari-hari kita? Dengan berbicara dengan Yesus dalam doa, mendengarkan apa yang Ia katakan kepadamu dalam Injil dan mencari Ia dalam diri mereka yang membutuhkan.” (12 Desember 2012)

“Bagaimana bisa iman dalam Yesus dihidupi dalam dunia tanpa harapan? Kita bisa yakin bahwa orang beriman tidak pernah sendirian. Allah adalah batu karang yang kokoh yang di atasnya kita membangun hidup kita dan kasih-Nya selalu setia.” (12 Desember 2012)

“Ada saran tentang bagaimana untuk lebih sering berdoa ketika kita sibuk dengan tuntuan pekerjaan, keluarga dan dunia? Persembahkan segala sesuatu yang kamu lakukan kepada Tuhan, mohon pertolongan-Nya di segala situasi kehidupan sehari-hari dan ingatlah bahwa Ia selalu ada disampingmu.” (12 Desember 2012)

“Kehidupan iman setiap orang memiliki masa-masa terang, tapi juga ada masa-masa kegelapan. Bila kamu ingin berjalan dalam terang, biarkan sabda Allah menjadi pembimbingmu.” (19 Desember 2012)

“Maria dipenuhi dengan sukacita ketika memahami bahwa ia akan menjadi ibu Yesus, Putra Allah yang menjadi manusia. Sukacita sejati datang dari persatuan dengan Allah.” (19 Desember 2012)

“Ketika kamu menyangkal Allah, kamu menyangkal martabat manusia. Siapapun yang membela Allah membela pribadi manusia.” (21 Desember 2012)

“Kita tidak memiliki kebenaran, kebenaranlah yang memiliki kita. Kristus, yang adalah kebenaran, mengambil kita melalui tangan-Nya.” (21 Desember 2012)

“Di akhir tahun, kita berdoa agar Gereja, dengan kekurangan-kekurangannya, dapat semakin dikenali sebagai tempat berdiamnya Kristus.” (21 Desember 2012)

“Mengikuti contoh Kristus, kita harus belajar untuk memberikan diri kita secara menyeluruh. Hal yang lain dari itu tidaklah cukup.” (9 Januari 2013)

“Apa yang terjadi dalam Baptisan? Kita disatukan selamanya bersama Yesus, lahir kembali ke dalam kehidupan baru.” (13 Januari 2013)

“Apa arti hari Minggu, hari Tuhan, bagi kita? Hari itu adalah hari untuk beristirahat dan keluarga, tapi terutama adalah hari untuk Tuhan.” (27 Januari 2013)

“Setiap manusia dikasihi Allah Bapa. Tidak seorangpun merasa dilupakan, karena setiap nama ditulis di dalam hati Tuhan yang baik.” (30 Januari 2013)

“Sekarang saya  memikiri pemikiran khusus untuk setiap rohaniwan : semoga mereka selalu mengikuti Kristus dengan setia di dalam kemiskinan, kemurnian dan ketaatan.” (2 Februari 2013)

“Mari kita meniru Perawan Maria dalam menyambut dan menjaga perkataan Yesus, untuk mengenali Ia sebagai Tuhan dalam hidup kita.” (3 Februari 2013)

“Segala sesuatu adalah karunia dari Allah : hanya dengan menyadari ketergantungan krusial ini terhadap Pencipta kita akan menemukan kebebasan dan kedamaian.” (6 Februari 2013)

“Kita harus percaya dalam kuasa kerahiman Allah. Kita semua pendosa, tetapi rahmat-Nya mengubah kita dan menjadikan kita baru.” (10 Februari 2013)

“Selama masa prapaskah yang dimulai hari ini, kita memperbaharui komitmen kita bagi jalan pertobatan, menyediakan ruang yang lebih bagi Allah di hidup kita.” (13 Februari 2013)

“Masa prapaskah adalah waktu yang menguntunngkan untuk menemukan kembali iman kepada Allah sebagai fondasi kehidupan kita dan kehidupan Gereja.” (17 Februari 2013)

“Pada hari-hari penting ini, saya meminta anda untuk berdoa bagi saya dan bagi Gereja, selalu percaya pada Penyelenggaraan Ilahi.” (24 Februari 2013)

“Seandainya semua orang bisa mengalami sukacita menjadi seorang Kristen, dikasihi oleh Allah yang memberikan Putra-Nya bagi kita!” (27 Februari 2013)

“Terima kasih atas cinta dan dukungan anda. Semoga anda selalu mengalami sukacita yang datang dari Kristus yang ditempatkan di pusat kehidupan anda.” (28 Februari 2013, Tweet terakhir Paus Benediktus XVI)

10 Kutipan dari Ensiklik Lumen Fidei :

Perlahan tapi pasti, menjadi jelas bahwa terang akal budi yang otonom tidaklah cukup untuk menerangi masa depan; pada akhirnya masa depan tetaplah samar dan penuh kekhawatiran, dengan rasa takut terhadap hal yang tak diketahui. Akibatnya, manusia meninggalkan pencarian terang yang besar, Kebenaran itu sendiri, agar menjadi puas dengan terang-terang kecil yang menerangi suatu masa sesaat namun terbukti tidak mampu menunjukkan jalan. Dalam ketiadaan terang [iman] segala sesuatu menjadi membingungkan; tidaklah mungkin menmbedakan yang baik dari yang jahat, atau jalan menuju tujuan kita dari jalan-jalan lain yang membawa kita kepada lingkaran tak berujung, yang tak pergi kemana pun.

Lawan dari iman adalah penyembahan berhala. Selagi Musa berbicara kepada Allah di Sinai, umat Israel tidak tahan dengan misteri ketersembunyian Allah, mereka tidak mampu bertahan dari lamanya waktu penantian untuk melihat wajah Allah. Iman pada hakekatnya menuntut [seseorang] meninggalkan kepemilikan langsung yang ditawarkan oleh pandangan [mata]; iman merupakan undangan untuk berbalik kepada sumber terang, sementara menghormati misteri sebuah wajah yang akan menyingkapkannya secara pribadi pada waktunya….Tampak lebih baik menggantikan iman dalam Allah dengan menyembah suatu berhala, yang wajahnya dapat kita lihat secara langsung dan asal usulnya kita ketahui, karena ia merupakan hasil karya tangan kita. Dihadapan berhala, tidak ada resiko bahwa kita akan dipanggil untuk meninggalkan rasa aman kita, karena berhala-berhala “memiliki mulut, tetapi mereka tidak bisa bicara” (Maz 115:5). Berhala ada, kita memahaminya, sebagai alasan palsu untuk menempatkan diri kita di pusat realita dan menyembah karya tangan kita. Sekali manusia telah kehilangan orientasi fundamental yang menyatukan keberadaannya, ia terpecah ke dalam keanekaragaman dari keinginannya.

Iman bukan persoalan pribadi, gagasan yang sungguh individualistik atau sebuah opini pribadi; iman berasal dari pendengaran, dan iman dimaksudkan untuk menemukan ungkapannya dalam perkataan dan untuk dinyatakan. Karena “bagaimana mereka percaya padanya yang tidak pernah mereka dengar? Dan bagaimana mereka mendengar tanpa seorang pengkhotbah” (Rom 10:14). Iman menjadi berpengaruh dalam orang Kristen atas dasar karunia yang diteirma, kasih yang menarik hati kita kepada Kristus (Gal 5:6), dan memampukan kita menjadi bagian dari peziarah agung Gereja melalui sejarah sampai akhir zaman.

…Kita membutuhkan pengetahuan, kita membutuhkan kebenaran, karena tanpa keduanya kita tidak dapat berdiri kokoh, kita tidak dapat melangkah maju. Iman tanpa kebenaran tidak menyelamatkan, juga tidak memberikan pijakan yang pasti. Ia tetap merupakan kisah yang indah, proyeksi kerinduan mendalam kita akan kebahagiaan, sesuatu yang mampu memuaskan kita sejauh kita rela menipu diri kita sendiri.

Tetapi Kebenaran sendiri, kebenaran yang dapat secara komprehensif menjelaskan kehidupan kita sebagai individu dan dalam masyarakat, ditanggapi dengan kecurigaan. Tentu jenis kebenaran ini – kita mendengar bahwa dikatakan demikian – adalah apa yang diklaim oleh gerakan totalitarian besar akhir abad ini, kebenaran yang memaksakan pandangannya tentang dunia untuk menghancurkan kehidupan individual yang aktual. Pada akhirnya, kita ditinggalkan hanya dengan relativisme, dimana pertanyaan tentang kebenaran universal – dan pada akhirnya ini berarti pertanyaan tentang Allah – tidak lagi relevan. Merupakan hal yang logis sekali, dari sudut pandang ini, untuk berupaya memutuskan ikatan antara agama dan kebenaran, karena ia tampaknya berakar pada fanatisme, yang terbukti menindas siapapun yang tidak memiliki keyakinan yang sama.

Hanya sebatas kasih yang didasarkan pada kebenaran ia dapat bertahan sepanjang waktu, dapat melampaui momen yang berlalu dan cukup kokoh untuk menopang perjalanan bersama. Bila kasih tidak terikat pada kebenaran, ia menjadi korban dari emosi yang berubah-ubah dan tidak dapat bertahan bila menghadapi ujian waktu. Kasih yang benar/Kasih sejati, di sisi lain, menyatukan semua unsur pribadi kita dan menjadi terang baru yang menunjukan jalan kepada kehidupan yang agung dan terpenuhi. Tanpa kebenaran, kasih tidak mampu mendirikan ikatan yang kuat; ia tidak bisa membebaskan ego kita yang terisolasi atau menebusnya dari momen sesaat untuk menciptakan kehidupan dan menghasilkan buah.

Bila kasih membutuhkan kebenaran, kebenaran juga membutuhkan kasih, kasih dan kebenaran tidak terpisahkan. Tanpa kasih, kebenaran menjadi dingin, impersonal, dan menindas orang jaman sekarang. Kebenaran yang kita cari, kebenaran yang memberi makna perjalanan kita melalui kehidupan, menerangi kita kapanpun kita disentuh oleh kasih. Hanya mereka yang mencintai yang menyadari bahwa kasih merupakan pengalaman akan kebenaran., ia membuka mata kita kepada realita dalam cara yang baru, dalam persatuan dengan Ia yang kita kasihi.

Karena iman adalah sebuah jalan, ia harus berhubungan dengan kehidupan pria dan wanita, yang walaupun bukan orang beriman, namun berkeinginan untuk percaya dan terus mencari. Sejauh mereka secara tulus terbuka kepada kasih dan mulai dengan terang apapun yang mereka temukan, mereka sudah, tanpa menyadarinya, berada di jalan menuju iman. Mereka berjuang untuk bertindak seolah-olah Allah itu ada, karena mereka menyadari betapa pentingnya Ia untuk menemukan petunjuk arah yang pasti bagi kehidupan bersama kita atau karena mereka mengalami kenginan akan terang ditengah kegelapan, tetapi juga dalam memahami kemegahan dan keindahan mereka mengetahui melalui hati, kehadiran Allah yang menjadikan semuanya lebih indah…Siapapun yang memulai perjalanan dalam melakukan kebaikan kepada orang lain sudah mendekat kepada Allah, ia ditopang oleh pertolongan-Nya, karena hal ini merupakan ciri terang ilahi untuk menerangi mata kita kapanpun kita berjalan menuju kepenuhan kasih.

Teologi juga menjadi bagian dalam bentuk iman gerejawi; terangnya adalah terang subjek yang percaya, yang adalah Gereja. Implikasinya, di sisi lain, teologi harus melayani iman orang Kristiani, ia harus bekerja dengan rendah hati untuk melindungi dan memperdalam iman setiap orang, khususnya orang beriman biasa. Di sisi lain, karena ia menarik kehidupannya dari iman, teologi tidak dapat menganggap magisterium Paus dan Para Uskup dalam persatuan dengannya sebagai sesuatu yang ekstrinsik, batasan bagi kebebasannya, melainkan sebagai satu dari dimensinya yang internal, dimensi konstitutif, karena magisterium melindungi kontak kita dengan sumber primordial dan karenanya memberikan kepastian dalam mencapai sabda Kristus dalam segala integritasnya.

Sebagai pelayanan bagi kesatuan iman dan penyebaran integralnya, Tuhan memberikan Gereja-Nya karunia suksesi apostolik. Melalui sarana ini, keberlanjutan memori Gereja dilindungi dan akses tertentu kepada air mancur yang darinya iman mengalir, dapat [kita] dimiliki. Kepastian keberlanjutan dengan asal usulnya karenanya diberikan oleh pribadi-pribadi yang hidup, dalam cara yang selaras dengan iman yang hidup yang diteruskan oleh Gereja. Gereja bergantung pada kesetiaan para saksi yang dipilih Tuhan untuk tugas ini. Untuk alasan ini, magisterium selalu berbicara dalam ketaatan kepada perkataan sebelumnya, dimana iman didasarkan padanya; magisterium dapat dipercaya karena kepercayaannya kepada sabda yang ia dengar, ia lindungi dan ia jelaskan. [45] Dalam diskursus perpisahan St. Paulus kepada tua-tua Efesus di Miletus, yang dikisahkan kembali oleh St. Lukas pada kita dalam Kisah Para Rasul, ia memberi kesaksian bahwa ia telah melaksanakan tugas yang Tuhan percayakan padanya untuk “menyatakan seluruh nasehat Allah” (Kis 20:27). Syukur kepada Magisterium Gereja, nesehat ini dapat sampai kepada kita dalam integritasnya, dan dengan suka cita mampu mengikutinya secara penuh.

Berikut ini adalah kumpulan tulisan dengan kategori Paus Benediktus XVI dari Lux Veritatis 7 :

  1. Special Post : in Honor of Pope Benedict XVI
  2. Audiensi Umum Terakhir Bapa Suci :”Saya tidak meninggalkan salib!”
  3. Terjemahan Teks Pengunduran Diri Paus Benediktus XVI
  4. Katekese Tahun Iman – Paus Benediktus XVI dan Paus Fransiskus
  5. Non nisi te, Domine!
  6. “Iman kita dapat menanggapi pengharapan-pengharapan ini : semoga kamu menjadi pelopornya”
  7. Kami Tahu bahwa Kesaksiannya itu Benar
  8. Quote Dari Paus Benediktus XVI – Iman Yang Dewasa
  9. “Di Tengah Kesulitanku, Aku Dekat Padamu, Engkau Selalu Besertaku”
  10. Seruan Paus Benediktus XVI bagi Kaum Muda
  11. Foto Ulang Tahun Paus Benediktus XVI
  12. Iman dan Akal Budi – Kuliah Paus Benediktus XVI Di Regensburg
  13. Doa Multireligius dan Doa Interreligius
  14. Quote Dari Paus Benediktus XVI – Iman Yang Dewasa
  15. Teologi Berlutut – Paus Benediktus XVI
  16. Paus Benediktus XVI tentang Liturgi dan Komuni Lidah
  17. Katekese Bapa Suci tentang Liturgi – Part 1
  18. Katekese Bapa Suci tentang Liturgi – Part 2
  19. Homili Misa Tengah Malam Natal – Paus Benediktus XVI
  20. Paus Benediktus XVI : 25 Desember Sebagai Tanggal Historis Kelahiran Yesus Kristus
  21. Akankah ada Ruang Bagi Yesus? Refleksi Natal Paus Benediktus XVI
  22. Gereja Kelahiran Yesus : Pintu Kerendahan Hati – Bethlehem
  23. Ringkasan Pesan Pra Paskah 2012 Dari Paus Benediktus XVI
  24. “Siapakah Yesus dari Nazareth bagi Diri Kita?”
  25. “Eli Eli Lama Sabachtani” – Refleksi dari Paus Benediktus XVI 
  26. Fiat Lux – Jadilah Terang
  27. Tanya Jawab Bersama Paus Benediktus XVI
  28. Beberapa Quotes Bapa Suci saat WYD di Madrid – Part 1
  29. Beberapa Quotes Bapa Suci saat WYD di Madrid – Part 2
  30. Beberapa Quotes Bapa Suci saat WYD di Madrid – Part 3
  31. Beberapa Quotes Bapa Suci saat WYD di Madrid – Part 4
  32. Homili Paus Benediktus XVI – Misa WYD
  33. Kardinal Ratzinger (Paus Benediktus XVI) tentang Penyembahan kepada Allah
  34. Relativisme : Kesesatan Zaman Ini – Paus Benediktus XVI
  35. 10 Kutipan dari Ensiklik Lumen Fidei (Terang Iman)

2 komentar

  1. Diberkatilah pengasuh situs ini. Saya pecinta Paus Benediktus XVI. Dan sungguh merasa kehilangan saat beliau memutuskan mundur dari posisinya sbg pemimpin Gereja Katolik. Saya sering mengikuti khotbah natal dan paskah yg beliau sampaikan, dan isi khotbah tersebut selalu dalam. Oleh karenanya saya ucapkan terimakasih kepada pengasuh situs ini yg mau menampilkan semua kisah tentang Paus Benediktus XVI dan juga mau memuat khotbah2 atau homili beliau semasa memimpin Gereja Katolik.

    Salam kasih

    Suka

    1. Shalom Renya,

      Terima kasih atas kunjungannya ke blog ini. Anda sama seperti saya, saya juga pecinta Paus Benediktus XVI, suka membaca berbagai homili dan pesannya, dan sungguh merasa kehilangan beliau saat mengundurkan diri sebagai paus. Beliau memang seorang pemimpin Gereja yang besar. Saya sangat senang karena kehadiran blog ini dapat memmbantu Renya.

      Salam,
      Cornelius.

      Suka

Pengunjung bertanggung jawab atas tulisannya sendiri. Semua komentar harus dilandasi oleh cinta kasih Kristiani. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum ditampilkan. Kami berhak untuk tidak menampilkan atau mengubah seperlunya semua komentar yang masuk.