Review: A Church in Crisis: Pathways Forward by Ralph Martin

Judul: A Church in Crisis: Pathways Forward

Penulis: Ralph Martin

Tebal: 528 halaman

Penerbit: Emmaus Road Publishing

Sesudah Konsili Vatikan II, umat Katolik secara umum dapat dibagi ke dalam tiga kelompok: Pertama, kaum liberal/progresif yang memandang Konsili Vatikan II secara terpisah dari Tradisi Gereja yang sebelumnya dan mendukung banyak perubahan dalam hal doktrin dan moral; kedua, kaum konservatif/neo-konservatif, yang menerima Konsili Vatikan II namun mengkritik banyaknya pelanggaran yang terjadi dalam penerapannya; ketiga, kaum tradisionalis, yang berpandangan bahwa bukan hanya penerapan Konsili Vatikan II yang bermasalah, melainkan dokumennya sendiri.

Ketiga kelompok tersebut juga memiliki sikap yang berbeda terhadap Paus Fransiskus: ada yang membela setiap kata dan perbuatan Paus secara buta, dan ada yang menolak mengakui Paus yang sekarang, bahkan menganggapnya sebagai Anti Kristus.

Buku yang ditulis Ralph Martin – seorang Katolik karismatik yang ortodoks dan setia kepada Magisterium Gereja, dan mungkin dia bisa ditempatkan dalam kelompok konservatif – mengambil posisi yang lebih moderat: benar bahwa kekacauan dan krisis yang terjadi saat ini salah satunya juga disebabkan oleh Paus itu sendiri, namun tetap harus diakui bahwa Paus Fransiskus adalah penerus Petrus yang sah.

Menarik untuk dicatat bahwa Ralph Martin sendiri awalnya memiliki sikap yang positif terhadap Paus Fransiskus di awal kepausannya sebagaimana dijelaskan di awal bukunya, namun seiring berjalannya waktu, terdapat pergeseran pandangan yang membuatnya bersikap lebih kritis, namun tetap secara hormat terhadap Paus. Ini adalah pergeseran pandangan yang sepertinya akan menjadi tren di kalangan konservatif ke depannya.

Sebenarnya isi buku ini sebagian besar mendokumentasikan dan menjelaskan hal-hal yang bermasalah secara rinci sejak Kepausan Paus Fransiskus, yang sesungguhnya juga membuktikan kegelisahan yang dirasakan oleh kaum tradisionalis Katolik yang mengkritik Kepausan ini dengan tajam. Mereka yang rajin mengikuti media-media Katolik seperti One Peter Five, Lifesite News, Catholic News Agency, Catholic Culture, tentu sudah tidak asing lagi dengan semua isi buku ini.

Namun bagi seseorang yang awalnya memandang Kepausan Fransiskus secara positif, namun mulai merasa bimbang dan gelisah atas segala hal yang terjadi selama ini, maka buku ini dapat membuka mata mereka untuk melihat permasalahannya dengan lebih jernih. Dan persis di sinilah kekuatan buku ini: dengan ditulis oleh seorang yang bukan liberal maupun tradisionalis, maka seharusnya akan semakin banyak mata umat Katolik yang akan terbuka dan mampu membuat penilaian terhadap Kepausan yang sekarang dengan lebih jernih.

Di bagian akhir buku ini juga terdapat satu bab yang menguraikan langkah-langkah apa yang harus dan bisa kita lakukan di tengah situasi krisis yang melanda Gereja. Saya yakin buku ini dapat menjadi titik awal diskusi di antara sesama Katolik mengenai langkah apa yang bisa dilakukan secara individual guna mempertahankan iman dalam situasi Gereja yang semakin memprihatinkan ini.

Buku ini dapat anda beli di google play store, amazon, atau langsung di website St. Paul Center.