Panduan Katolik untuk Bertahan Hidup dalam Pandemi Coronavirus COVID-19 (Bagian Pertama)

Panduan Katolik untuk Bertahan Hidup dalam Pandemi COVID-19

Bagian Pertama

Doa Tobat Sesal Sempurna dan Komuni Rohani

Oleh Diakon Nick Donnelly

Menerima sakramen-sakramen merupakan hal yang hakiki bagi kehidupan adikodrati umat Katolik. Ini bahkan lebih benar selama krisis hidup, seperti yang dihadapi banyak orang karena epidemi coronavirus COVID-19. Itulah sebabnya Uskup Agung Vigano benar ketika ia menjelaskan bahwa penutupan gereja di Italia Utara, dan pembatalan Misa publik dan pengakuan dosa sebagai “tragedi nyata yang belum pernah terjadi sebelumnya.” Selama berminggu-minggu kini banyak orang Katolik yang tinggal di Cina, Singapura, Hong Kong, Macau dan Italia Utara tidak mampu menerima Sakramen Mahakudus atau absolusi sakramental atas atas dosa-dosa mereka. Bukan pula sejak Reformasi Protestan di seluruh Eropa atau penganiayaan Komunis terhadap Gereja di Rusia, Meksiko dan Cina, banyak orang Katolik dilarang berkumpul dalam perayaan sakramen-sakramen secara publik. Walau saat ini gereja ditutup untuk melindungi kesejahteraan fisik umat Katolik, namun dampak drastis atas kehidupan sakramental umat beriman tak dapat dilebih-lebihkan.

Sungguh prospek yang menakutkan untuk menghadapi kemungkinan tidak dapat menerima sakramen-sakramen bila kita diperintahkan untuk mengisolasi diri karena rentan terinfeksi coronavirus COVID-19 atau dikarantina di rumah sakit dengan komplikasi yang mengancam nyawa. Kaum profesional medis sekuler atidak mungkin bisa menghargai kesulitan yang diderita umat Katolik yang tidak mampu menerima pelayanan pastoral dari imam kita, khususnya kegelisahan yang disebabkan oleh ketidakmungkinan menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit menjelang ajal.

Kendati demikian, kita dapat berbuat banyak untuk mengurangi kegelisahan dan kesulitan kita bila kita berada dalam situasi demikian dengan mengikuti dua praktik devosi tradisional – yaitu Doa Tobat Sesal Sempurna dan Komuni Rohani. Seperti yang dikatakan Uskup Schneider dalam esainya di Rorate-Caeli mengenai coronavirus:

“Dalam kurun waktu penganiayaan, banyak orang katolik tidak mampu menerima Komuni Suci secara sakramental untuk waktu yang lama, tetapi mereka melakukan Komuni Rohani dengan banyak keuntungan rohani.”

Kardinal Johann Baptist Franzelin (1816-1885), teolog dogmatik ternama dan teolog Kepausan selama Konsili Vatikan pertama, pernah berujar, “bila saya mampu melintasi pedesaan untuk mewartakan sabda ilahi, maka topik ceramah favorit saya adalah sesal sempurna.”

Sekaranglah waktunya untuk memulihkan hikmat dan praktik devosi tradisional ini. Dengan syarat-syarat tertentu, mereka memampukan kita menerima pengampunan atas dosa kita, dan keuntungan luar biasa dari rahmat Ekaristi bila – misalnya karena isolasi mandiri di rumah atau karantina di rumah sakit – klerus kita meniadakan reksa pastoral dan pelayanan sakramen kepada kita.

Percaya bahwa Allah menghendaki untuk menyelamatkan semua manusia

Allah dalam penyelenggaraan ilahi-Nya telah memberikan sarana-sarana tradisional ini kepada umat beriman untuk menerima absolusi bagi dosa-dosa kita, dengan syarat tertentu, dan makanan rahmat rohani Ekaristi karena kehendak universal-Nya yang menyelamatkan. Seperti yang dikatakan Kitab Suci kepada kita, Allah tidak menghendaki kematian para pendosa melainkan pertobatan dan hidup kita (Yeheskiel 18:23), dan Ia datang ke dunia untuk menyelamatkan para pendosa dan Ia menghendaki untuk menyelamatkan semua manusia (1 Tim 1:15;2:4)

Tuhan kita telah memberikan makna adikodrati khusus dan keefektifan bagi tujuh sakramen sebagai tanda dan sarana rahmat-Nya yang menyelamatkan, yang diperlukan bagi keselamatan kita. Namun, St. Thomas Aquinas jelas berkata bahwa Allah tidak membatasi diri-Nya kepada sakramen-sakramen ini (ST III. 64. a2.). Dalam Doa Tobat Sesal Sempurna, yang secara intrinsik terkait dengan Sakramen Pengakuan Dosa dan Komuni Rohani, yang sangat terpusat pada Sakramen Ekaristi, kita menerima rahmat-Nya yang menyelamatkan. Karya keselamatan jauh lebih bervariasi dan beragam daripada yang banyak orang Katolik kira, khususnya ketika kita menambahkan sakramentali lainnya juga.

Doa Tobat Sesal Sempurna

Seperti yang dijelaskan Katekismus Baltimore, penyesalan (contrition) adalah ‘sesal yang tulus karena menghina Allah, dan kebencian atas dosa yang kita lakukan, dengan niat teguh untuk tidak berdosa lagi’, dan sesal sempurna ‘adalah sesal yang memenuhi kita dengan kesedihan dan kebencian atas dosa, karena ia menghina Allah yang mahabaik dalam dirinya dan pantas mendapatkan segenap kasih kita.’

Teologi Doa Tobat Sesal Sempurna

Sejumlah Bapa Gereja mengajarkan keberdayagunaan sesal bagi pengampunan dosa, termasuk St. Yohanes Krisostomus yang menulis:

“Laksana api yang menghanguskan hutan, membersihkannya dengan saksama, demikian pula api kasih, yang ke mana pun ia membakar, ia menghapus dan mengenyahkan segala hal yang dapat melukai benih ilahi, dan memurnikan bumi bagi penerimaan benih itu. Di mana ada kasih, di sana semua kejahatan dienyahkan” (dikutip oleh Rev. Msgr Joseph Pohle Ph. D. D., The Sacraments: A Dogmatic Treatise.)

Tentu, kasih yang mengobarkan sesal sempurna adalah kasih sebagai kebajikan teologi, dan dengan demikian sudah merupakan ungkapan karya rahmat ilahi dalam hidup seseorang. Movitasi kasih menjelaskan mengapa sesal sempurna terkadang juga disebut sesal karena kasih.

Salah satu perikop Kitab Suci yang memberitahu tentang pemahaman akan sesal sempurna ini adalah Yohanes 14:23, “Jawab Yesus: “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.” Kebajikan teologi kasih mengarahkan orang Kristen yang mengejar kesempurnaan kepada sesal karena kasih dan akibatnya ialah penghapusan dosa yang memampukan Allah untuk berdiam di dalam jiwanya.

St. Thomas Aquinas secara eksplisit berargumen bahwa sesal sempurna dapat memperoleh pengampunan dosa di luar pengakuan dosa, ‘Saya menjawab bahwa, Sesal dapat dipertimbangkan dalam dua cara, sebagai bagian sakramen, atau sebagai perbuatan keutamaan, dan dalam salah satunya, ia adalah penyebab dari pengampunan dosa, tetapi tidak dalam cara yang sama’ (ST Supplement. Q. v, a. 1.)

Konsili Trente lebih lanjut menjelaskan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi agar sesal sempurna dapat menghapuskan dosa, termasuk dosa berat, di luar Sakramen Pengakuan Dosa:

“Sinode mengajarkan bahwa, walau kadang terjadi sesal ini sempurna karena kasih, dan mendamaikan manusia dengan Allah sebelum sakramen ini diterima secara nyata, kendati demikian, rekonsiliasi yang dimaksud tidaklah diatributkan kepada sesal [sempurna] yang terpisah dari keinginan akan sakramen yang tercakup di dalamnya” (Council of Trent. Session xiv, Chap. 4.)

Paus St. Yohanes Paulus II, dalam Katekismus Gereja Katolik, menjadikan syarat ini, yaitu menginginkan sakramen pengakuan dosa sebagai unsur dari sesal sempurna eksplisit untuk pengampunan dosa berat, ‘[sesal sempurna] juga mendapat pengampunan dosa berat, apabila ia dihubungkan dengan niat yang teguh, secepat mungkin melakukan pengakuan sakramental’ (KGK 1452)

Bagaimana Melakukan Doa Tobat Sesal Sempurna

Hal pertama yang harus dilakukan ialah memastikan perbedaan antara sesal tidak sempurna dan sesal sempurna. Booklet yang ditulis Romo J. Von den Driesch menjelaskan perbedaan tersebut. Singkatnya:

Sesal kita tidak sempurna bila motivasi kita untuk bertobat dari dosa adalah rasa takut akan Allah karena kita pikir dosa kita akan membuat kita tidak dapat masuk surga atau membuat kita memperoleh hukuman Purgatori atau Neraka. Sesal tidak sempurna berasal dari kasih kepada Allah yang tidak sempurna, yang menempatkan kebutuhan dan keinginan kita serta cinta yang mementingkan-diri lebih utama daripada cinta kepada Allah yang sejati.

Sesal kita sempurna bila kita bertobat dari dosa karena ketika kita memikirkan keagungan, keindahan, kasih, dan kekudusan Allah, kita sadar betapa dosa-dosa kita menghina Allah dan betapa mereka menyebabkan penderitaan Tuhan kita Yesus Kristus di Salib. Sesal sempurna berasal dari kebajikan teologi kasih, cinta kepada Allah hingga melupakan diri, yang bersukacita dalam kekudusan Allah dan kasih-Nya yang menebus manusia yang berdosa. ‘Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal’ (Yoh 3:16).

Dalam bookletnya tahun 1930 yang berjudul Sesal Sempurna: Kunci Emas menuju Surga, Rm. J. Von den Driesch menjelaskan langkah-langkah yang ia anggap perlu untuk melakukan doa tobat sesal sempurna:

  1. Sesal sempurna adalah rahmat dari Allah kita yang maharahim, jadi mintalah kepada-Nya dengan tulus dan sesering mungkin di sepanjang hari untuk karunia ilahi ini, dengan berkata, ‘Ya Allah, berikan aku sesal sempurna atas dosa-dosaku’. Allah dengan rela memberikan rahmat ini bagi mereka yang sangat menginginkannya.
  2. Secara nyata atau dengan imajinasi, berlututlah di kaki salib dan renungkan ‘Lima Luka Yesus dan Darah-Nya yang Mulia selama beberapa saat dan katakan kepada diri Anda: “Siapakah yang dipaku di Salib ini? Dialah Yesus, Allahku dan Penyelamatku. Apa yang dideritanya? Tubuh-nya yang hancur dipenuhi luka memperlihatkan siksaan yang mengerikan. Jiwanya basah oleh rasa sakit dan hinaan. Mengapa Ia menderita? [Ia menderita] bagi dosa-dosa manusia dan juga bagi dosa saya. Di tengah kegetiran-Nya, Ia mengingat kita, Ia menderita bagiku, Ia ingin menghapus dosa-dosaku.”’
  3. Di hadapan Kristus yang Tersalib ingatlah dosa-dosa anda, dan lupakan sejenak Surga dan Neraka, bertobatlah karena dosa-dosa itu telah membawa Tuhan kita ke dalam penderitaan-Nya di kayu Salib. Berjanjilah padanya, bahwa dengan bantuan-Nya, Anda tidak akan berbuat dosa lagi.
  4. Bacalah, perlahan-lahan dan dengan penuh semangat, doa tobat yang menekankan kebaikan Tuhan dan kasih Anda kepada Yesus. Doa berikut ini cukup dikenal atau mudah diingat:

Ya Tuhan, karena Engkau sungguh baik, aku sangat menyesal telah berdosa terhadap Engkau dan dengan pertolongan rahmatmu aku tidak akan berbuat dosa lagi. Amin

Aku mencintai Engkau, Yesus, cintaku di atas segalanya, dan aku bertobat dengan sepenuh hati karena telah menyakiti Engkau. Jangan pernah izinkan aku untuk memisahkan diri dari Engkau lagi, Karuniakanlah, agar aku dapat selalu mencintai Engkau, dan lakukan padaku apa yang Engkau kehendaki. Amin.

  1. Buatlah resolusi yang teguh untuk pergi menerima Sakramen Pengakuan Dosa sesegera mungkin. Jika seseorang sedang menjalani isolasi mandiri atau karantina di rumah sakit atau gereja ditutup karena coronavirus, Anda harus berniat untuk pergi menerima Sakramen Tobat segera setelah pembatasan ini dilonggarkan.

Romo J. von den Driesch menjelaskan:

“Memang benar bahwa sesal sempurna menghasilkan efek yang sama dengan pengakuan dosa, tetapi ia tidak menghasilkannya secara terpisah dari Sakramen Tobat, karena sesal sempurna secara tepat mengharuskan adanya niat teguh untuk mengakui dosa-dosa yang sama yang baru saja diampuni.”

Penting agar dari sekarang Anda mengembangkan kebiasaan mendoakan doa tobat sesal sempurna sepanjang hari, dan terutama setelah pemeriksaan batin terakhir di malam hari. Kemudian jika Anda mengalami sakit kritis atau dalam bahaya maut tanpa bantuan seorang imam, Anda dapat dengan mudah mendoakan doa tobat tersebut dan tahu dengan yakin bahwa dosa-dosa Anda telah diampuni, dan bahwa jika Anda mati, Anda akan meninggal dalam keadaan berahmat. Jika Anda tidak meninggal maka Anda dapat melakukan pengakuan dosa segera setelah keadaan memungkinkan.

Komuni Rohani

Seperti yang dijelaskan Katekismus Baltimore, Komuni Rohani adalah ‘keinginan kuat untuk menerima Komuni secara aktual, yang melalui keinginan tersebut kita membuat semua persiapan dan ungkapan syukur yang akan kita buat bila kita sungguh menerima Ekaristi Suci. Komuni rohani merupakan devosi yang harus berkenan bagi Allah dan membawa berkat dari-Nya untuk kita.’

Teologi Komuni Rohani

St. Agustinus diakui sebagai yang pertama dari Bapa Gereja yang membahas komuni rohani dalam homilinya atas Yohanes 6:15-44:

“Yesus menjawab dan berkata kepada mereka, ‘Inilah karya Allah, agar kamu percaya kepada-Nya yang telah Dia utus.’ Ini berarti memakan daging, bukan daging yang dapat musnah, melainkan yang bertahan hingga ke kehidupan kekal. Untuk tujuan apa kamu mempersiapkan gigi dan mulutmu? Percayalah, dan kamu telah memakannya” (Traktat 25)

St. Agustinus menjelaskan bahwa keyakinan dalam Sakramen Mahakudus merupakan hal yang hakiki bagi Komuni Rohani, ‘Percayalah, dan kamu sudah memakannya’. Bagi Agustinus, iman dan keinginan terkait erat – semakin besar iman kita, semakin besar keinginan kita akan Allah, ‘Semakin dalam iman kita, semakin kuat harapan kita, semakin besar keinginan kita, maka makin besar pula kapasitas kita untuk menerima karunia itu, karunia yang sangat agung.’ (Surat Agustinus kepada Proba).

St. Thomas Aquinas mengembangkan lebih lanjut pemikiran St. Agustinus dengan berfokus pada keinginan kuat akan Ekaristi sebagai hal yang perlu bagi Komuni Rohani:

“Efek dari sakramen dapat diterima setiap orang bila ia menerimanya dalam keinginan, walau tidak dalam kenyataan. Konsekuensinya, sama halnya beberapa orang dibaptis dengan baptisan kerinduan, melalui keinginan mereka akan baptisan sebelum dibaptis dengan baptisan air; demikian pula beberapa orang memakan sakramen ini secara rohani sebelum menerimanya secara sakramental. Hal ini terjadi dalam dua cara. Pertama, dari keinginan menerima sakramen itu sendiri, dan karenanya dikatakan demikian bagi mereka yang dibaptis, dan memakan secara rohani dan tidak secara sakramental, mereka yang menginginkan sakramen-sakramen ini karena [sakramen-sakramen] telah diinstitusikan…” (ST III. q80. a1).

Konsili Trente menyajikan pemahaman St. Thomas Aquinas tentang komuni rohani sebagai keinginan akan Sakramen Mahakudus sebagai satu dari tiga cara menerima Komuni Suci:

“Karena mereka telah mengajarkan bahwa beberapa orang menerimanya hanya secara sakramental, yaitu para pendosa: yang lain menerimanya hanya secara rohani, yaitu mereka yang memakan dalam keinginan roti surgawi yang ditempatkan di hadapan mereka, dengan iman yang hidup yang bekerja melalui kasih, yang mewujudkan buah dan kegunaannya…” (Council of Trent. Concerning the Most Holy Sacrament of the Eucharist. Chapter VIII.)

Sejak Konsili Trente, sejumlah Paus telah menekankan pentingnya keinginan kuat akan Ekaristi sebagai hal yang hakiki bagi Komuni Rohani:

“Orang Kristen – khususnya mereka yang tidak bisa menerima komuni suci – harus menerimanya setidaknya dengan keinginan, sehingga dengan iman yang diperbarui, dengan rasa hormat, kerendahan hati, dan kepercayaan penuh dalam kebaikan Sang Penebus ilahi, mereka dapat disatukan dengan-Nya melalui semangat kasih yang paling kuat” (Venerable Pope Pius XII, Mediator Dei, 117.)

“Merupakan hal yang baik untuk mengembangkan di dalam hati kita keinginan yang ajek akan sakramen Ekaristi. Inilah asal usul praktik ‘komuni rohani’” (Pope St. John Paul II. Ecclesia de Eucharistia, 34.)

Terdapat beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mengembangkan keinginan yang kuat dan ajek akan Sakramen Mahakudus. Misalnya, selagi gereja kita tetap terbuka sebelum kita mengisolasi diri atau berada dalam karantina, kita dapat berkomitmen untuk menerima Komuni Suci setiap hari dan melakukan Adorasi Ekaristi sesering mungkin. Kita juga dapat membaca buku-buku rohani dan dogmatik mengenai Ekaristi, seperti: Abbot Vonier, A Key to the Doctrine of the Eucharist; Joseph Cardinal Ratzinger, God is Near Us: The Eucharist, The Heart of Life; Bishop Athanasius Schneider, Dominus Est: It Is the Lord!, and, Corpus Christi: Holy Communion and the Renewal of the Church.

Bagaimana Melakukan Komuni Rohani

Terdapat kebingungan mengenai hakikat dan syarat untuk Komuni Rohani. Hal ini disebabkan oleh rekomendasi kontemporer yang dibuat oleh beberapa klerus, yaitu bahwa individu dalam kondisi berdosa berat yang tidak dapat menerima Komuni Suci seharusnya melakukan komuni rohani selama partisipasi mereka dalam Misa. Misalnya, Paus Benediktus XVI menulis pada tahun 2007:

“Bahkan dalam kasus-kasus ketika tidaklah mungkin menerima komuni sakramental, partisipasi dalam Misa tetaplah diperlukan, penting, bermakna dan berbuah. Dalam situasi yang demikian bermanfaatlah untuk mengembangkan keinginan akan persatuan penuh dengan Kristus melalui praktik komuni rohani” (Sacramentum Caritatis, 55).

Ini merupakan jenis komuni rohani yang berbeda daripada devosi tradisional komuni rohani yang mengharuskan agar ‘kita membaut semua persiapan dan ungkapan syukur yang akan kita buat seandainya kita sungguh menerima Ekaristi Suci’ (Katekismus Baltimore). Persiapan tersebut selalu mencakup syarat untuk mengaku dosa bila kita sadar berada dalam dosa berat. Hamba Allah Romo Felice Capello SJ, menulis dalam Tractatus Canonico-Moralis, “Ia yang berada dalam dosa berat” harus setidaknya “bertobat di dalam hatinya bila ia ingin menerima komuni rohani secara bermanfaat.” Perlunya berada dalam kondisi berahmat juga dijelaskan oleh Romo Francis D. Costa, S.S.S.:

“Orang [yang melakukan Komuni Rohani] harus berada dalam kondisi berahmat, karena ini adalah syarat yang perlu bagi Komuni Suci, dan juga karena keinginan ini secara hakiki merupakan perbuatan kasih akan Kristus dalam Sakramen Mahakudus.”

Konsekuensinya, bila kita tidak mampu menerima Sakramen Pengakuan Dosa karena isolasi mandiri atau karantina, kita dapat menyiapkan diri untuk melakukan Komuni Rohani dengan mendoakan doa tobat sesal sempurna.

St. Leonardus dari Port Maurice, OFM (1676-1751) merekomendasikan cara berikut ini dalam melakukan komuni rohani dalam bukunya The Hidden Treasure: Or The Immense Excellence of the Holy Sacrifice of the Mass. Walau rekomendasinya ditulis untuk komuni rohani selama Misa ketika imam menerima Komuni, namun hal ini juga dapat disesuaikan bagi komuni rohani di luar Misa.

Saat imam hendak menerima Komuni Suci pada waktu yang sama ‘munculkanlah dalam hati anda sesal yang tulus’, dan dengan rendah hati pukullah dadamu sambil mengakui ketidakpantasanmu untuk menerima rahmat yang demikian besar.’ Bila isolasi mandiri atau karantina membuat anda membayangkan perkataan dan perbuatan Misa, seperti konsekrasi dan pengangkatan Hosti dan Cawan atau komuni imam, ketahuilah bahwa selagi kamu membayangkan hal ini dalam mata batinmu, di tempat lain di dunia seorang imam sedang mempersembahkan kurban Misa. Atau, bila mungkin, berpartisipasilah dalam Misa ‘secara virtual’ misalnya melalui internet atau TV.

Lakukanlah semua doa iman, kerendahan hati, penyesalan, adorasi, kasih dan keinginan yang biasanya anda ungkapkan melalui doa-doa sebelum Komuni Suci.

Dengan kuat inginkanlah, beserta kerinduan yang besar, untuk menerima ‘Yesusmu yang pantas disembah yang berkenan menyembunyikan diri-Nya dalam Sakramen demi kesejahteraan temporal dan rohani Anda.’ Bayangkanlah Bunda Allah, atau salah satu santo pelindung anda memberikan partikel Ekaristi kepada anda; pikirkanlah bahwa anda sungguh menerimanya, dan setelah memeluk Yesus dalam hati anda, katakan pada-Nya lagi dan lagi dengan kata-kata yang tulus yang diarahkan kasih, seperti doa berikut ini:

Ya Yesusku, aku percaya bahwa Engkau hadir dalam Sakramen Mahakudus. Aku mengasihi Engkau melebihi segala sesuatu dan aku menginginkan Engkau di dalam jiwaku. Karena saat ini aku tidak dapat menerima Engkau secara sakramental, datanglah sekurang-kurangnya secara rohani ke dalam hatiku. Seakan Engkau telah berada di sana, aku memeluk Engkau dan menyatukan diriku seutuhnya kepada-Mu; jangan biarkan aku terpisah dari-Mu. Amin. (St. Alphonsus de’ Ligouri).

Setelah momen adorasi hening, doakanlah doa iman, kerendahan hati, kasih, syukur dan persembahan yang biasanya anda ungkapkan melalui doa sesudah Komuni Suci.

Salah satu manfaat luar biasa dari komuni rohani ialah kamu dapat melakukannya berkali-kali pada siang dan malam hari. St. Maksimilianus Kolbe OFM melakukan devosi ini setidaknya sekali setiap seperempat jam. St. Pio dari Pietrelcina (Padre Pio) merekomendasikan menerima Tuhan kita dalam Komuni Rohani di sepanjang hari selama melakukan beragam pekerjaan. Untuk mendorong devosi ini ia mengajarkan:

“Terbanglah dengan jiwamu ke hadapan tabernakel ketika kamu tidak bisa berdiri di hadapannya secara jasmani, dan di sana curahkanlah kerinduan jiwamu yang besar dan peluklah Kekasih bagi jiwa-jiwa, bahkan lebih daripada ketika anda diizinkan menerimanya secara sakramental” (Padre Pio, seperti yang dikutip oleh Vinny Flynn, 7 Secrets of the Eucharist.)

Akan menjadi penghiburan besar untuk menerima rahmat-rahmat Ekaristi melalui komuni rohani bila kita tidak mampu menerima Komuni Suci karena isolasi mandiri, karantina, atau penutupan gereja selama berminggu-minggu. Seperti yang dinasihatkan St. Teresa Avila:

“Ketika kamu tidak menerima komuni dan tidak menghadiri Misa, kamu dapat melakukan komuni rohani, yang merupakan praktik yang paling bermanfaat; melaluinya kasih akan Allah akan sangat terukir pada dirimu” (The Way of Perfection, Chapter. 35.).

Walaupun praktik-praktik devosional seperti Sesal Sempurna dan Komuni Rohani akan muncul bila kita tidak dapat menerima sakramen-sakramen karena COVID-19, hal terbaik adalah melakukannya setiap hari dari sekarang, bahkan ketika kita tetap bebas untuk menghadiri gereja paroki kita. Dengan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan ini maka kita akan dimudahkan untuk menerima manfaat-manfaatnya bila kita menjadi lemah karena sakit. Terakhir, bila artikel ini berguna bagi anda, teruskanlah kepada umat Katolik lainnya untuk membantu mereka mempersiapkan diri terhadap kemungkinan apapun yang disebabkan pandemi ini.

Dalam bagian kedua ‘Panduan Katolik untuk Bertahan Hidup dalam Pandemi Coronavirus COVID-19’, kita akan membahas dua devosi tradisional lainnya – Bona Mors, atau yang lebih dikenal sebagai seni meninggal dengan bahagia, dan devosi kepada Luka-Luka Kristus yang Mulia – sebagai sarana untuk menyatukan penderitaan kita dengan penderitaan Kristus yang tersalib.

Artikel berikut ditulis oleh Diakon Nick Donnelly dan diterbitkan di blog Rorate Caeli, diterjemahkan oleh Cornelius.