Bisakah seorang Katolik memiliki hubungan yang personal dengan Kristus?

Kita memiliki para diakon, para imam, uskup, kardinal… dan paus. Kita memiliki Sakramen Tobat, Sakramen Ekaristi, penitensi, indulgensi, litani dan doa-doa yang didoakan berulang-ulang kepada bunda Kristus. Namun, bagaimana dengan Kristus? Seperti saudara-saudari protestan kita  berpendapat, apakah Gereja Katolik memasukkan birokrasi yang membengkak dari praktek agama yang dibuat oleh manusia antara Kristus dan umat-Nya?

Berlawanan dengan ini, saudara-saudari Protestan kita – khususnya evangelis berbicara tentang hubungan personal dengan Kristus sebagai tanda utama dari iman. Tidak ada ritual-ritual yang menggunung yang didiami oleh birokrat gereja. Mereka berbicara dengan sangat sederhana. Hanya mereka dan Yesus – bersama, tanpa memerlukan mediasi jaman kuno atau otoritas dari manusia. Mereka hanya pergi ke Yesus, dan Yesus menjawab.

Kita semua tahu mantra mereka: “Ini adalah hubungan, bukan sebuah agama”

Didalam bukunya Amy Welborn yang berjudul Come Meet Jesus: An Invitation from Pope Benedict XVI, mempersembahkan sebuah gagasan persahabatan yang intim dengan Kristus yang telah memberikan Paus Benediktus XVI semangat sepanjang hidupnya. Welborn memberikan teks kompilasi dari perkataan Bapa Suci dan disana dilukiskan betapa pentingnya hidup dan hubungan yang personal bersama dengan Kristus.

Karya Welborn terjalin erat dengan kutipan-kutipan yang mendalam dan komentar-komentar yang hebat. Bagaimanapun, dengan sederhananya menyatakan bahwa persahabatan yang intim dengan Kristus sangatlah penting bahkan perlu didalam doktrin Katolik, tidaklah membebaskan Gereja Katolik dari tuduhan-tuduhan miring. Pada satu sisi, kita menggebar-gemborkan persahabatan dengan Kristus, dan pada sisi lainnya kita diminta ketaatan pada ritual kuno. Sedangkan menurut pendapatnya, Welborn beropini tentang gagasan Paus ini:

[Paus Benediktus XVI] sering berbicara tentang mendengar kepada Yesus melalui tubuh-Nya, Gereja, melalui Firman Allah, dan melalui liturgi Gereja yang hidup. Naluri pertama kita mungkin melihat ini dalam cara yang negatif, seperti yang ia coba untuk katakan kepada kita, bahwa jalan-jalan dimana kita bisa berjumpa dengan Yesus terbatas dan harus dikendalikan. Tapi hal ini sangatlah berlawanan dengan perhatian dari Paus. Ia ingin kita melihat semua ini, bukan sebagai tempat dengan dinding-dinding dan aturan-aturan, tetapi sebagai hadiah, dimana Yesus benar-benar dan sungguh-sungguh datang untuk berjumpa dengan kita.

Untuk mereka yang mempertanyakan kecocokan dari hubungan personal dengan hirarki dan Gereja yang ritualistik, kita mengutip satu pernyataan Kardinal Ratzinger yang mengkounter gambaran ini: paus adalah “pembela kenang-kenangan orang Kristiani”. Gereja Katolik bukanlah tumpukan birokratis yang berperan sebagai penegah [intermediasi], tetapi karunia yang menakjubkan yang memimpin kita kepada Kristus. Kepausan dan doktrin-doktrin Gereja adalah tonggak penunjuk jalan, mereka ada disana untuk mengingatkan kita jalan Kristiani yang diwahyukan kepada para rasul dan diteruskan oleh nenek moyang kita. Dengan mengigatkan kepada kita siapa Kristus itu sebenarnya, mereka menyelamatkan kita dari kejatuhan kedalam budaya yang murahan atau tiruan Kristus. Karunia yang Gereja persembahkan kepada kita realitas dari Yesus Kristus.

Doktrin-doktrin Gereja tidak ada batasan lebih dari kebenaran itu sendiri yang adalah terbatas. Meskipun dogma bersifat meremehkan bagi banyak orang, bagi Katolik itu adalah kata yang harus bergema dengan kebebasan. Ini adalah kebebasan untuk memeluk identitas asli Yesus Kristus, dan tidak akan menghabiskan waktu kita bertanya-tanya apakah pengertian kita tentang Kristus adalah hanya proyeksi pribadi atau tren budaya.

Welborn lebih jauh berbagi perkataan Bapa Suci tentang pertemuan dengan Kristus:

Pertemuan dengan Yesus Kristus memerlukan pendengaran, memerlukan balasan didalam doa dan dalam meletakkannya kedalam latihan apa yang telah Ia beritahukan kepada kita. Dengan mengenal Kristus, kita datang untuk mengenal Allah, dan ini hanya dimulai dari Allah bahwa kita mengerti manusia dan dunia, sebuah dunia yang kalau tidak akan tetap sebuah pertanyaan yang omong kosong.

Gambaran kebijaksanaan dari Paus Benediktus XVI ini, Welborn menyentuh dua perhatian utama: pertama, bahwa ada pengetahuan dan keintiman yang hanya datang dari hidup seperti Kristus, dan kedua, bahwa Gereja memberikan kepada kita kepercayaan diri untuk memeluk Kristus yang sejati, kita pada gilirannya dimampukan untuk memeluk dunia menurut kebijaksanaan yang diberikan kepada kita oleh Kristus. Kristus adalah kebenaran, dan dengan jelas bahwa Kebenaran yang telah ada di Gereja Katolik mengijinkan kita untuk melakukan hubungan yang sesungguhnya dan dengan jelas menerangi bagaimana [kita] terlibat didalam dan bersama dunia.

Keindahan Gereja Katolik dapat berdiri sendiri, tapi pada waktunya hal ini bagus untuk memiliki klarifikasi dengan perbedaan. Sementara teman Protestan kita melakukan promosi sebuah hubungan yang personal dengan Kristus, hal ini antiseptik radikal dan sering mendangkalkan “Injil” yang berdasarkan perjanjian (lihat Galatia 1 untuk tahu lebih jauh) menderita dari penolakan karunia sakramental dan gerejawi yang diberikan kepada kita dari Kristus sendiri.

Gereja Kristus yang sejati harus bisa mengerti, hidup dan menjelaskan dengan jelas apa artinya memiliki hubungan personal dengan Yesus dan Paus Benediktus adalah panduan yang pasti dan bijak pada realitas ini.

Semuanya yang ada di Gereja Katolik adalah christocentric [berpusat pada Kristus]. Semuanya menunjuk dan mengarahkan kita kepada Kristus. Mari kita sebagai orang Katolik menemukan sukacita dan kebebasan didalam doktrin dan ritual-ritual Gereja. Mereka membebaskan kita untuk hidup dan mencintai Yesus Kristus yang sejati – khususnya karunia dari Ekaristi kudus.

Sebagai orang Katolik, ini Kristus kita – agama terpusat yang memeriahkan dan memurnikan hubungan kita.

sumber

6 komentar

  1. Friandos Barus · · Balas

    Greja merupakan moda untuk tetap membawa kita di jalur yang benar menuju Yesus Keristus, baik Katholik ataupun Protestan, yang terpenting adalah ajaran yang diberikan Yesus Kristus, “Cinta Kasih”

    Suka

    1. Terima kasih Frandios Barus atas komentarnya,

      Berbuat kasih tentunya baik dan itu yang diperintahkan oleh Tuhan kita Yesus Kristus agar kita saling mengasihi satu sama lain, sama seperti Yesus yang telah mengasihi kita terlebih dahulu, agar orang lain tahu bahwa kita adalah murid-murid Kristus [Yoh 13:34-35]. Tapi tidak setiap “gereja” yang ajarannya membawa kita menuju Yesus, khususnya Ekaristi:

      Ia yang makan daging-Ku dan minum darah-Ku memiliki hidup yang kekal, dan Aku akan membangkitkan dia pada hari terakhir. (Yoh 6:54)

      Apakah Protestan memiliki iman yang sama dengan kita soal Ekaristi? tidak

      Ekaristi adalah sumber dan puncak seluruh hidup kristiani (LG 11). Sakramen-sakramen lainnya, begitu pula semua pelayanan gerejani serta karya kerasulan, berhubungan erat dengan Ekaristi Suci dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi Suci tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni Kristus sendiri, Paskah kita (PO 5).

      “Kristus sendiri Imam Agung Abadi Perjanjian Baru, mempersembahkan kurban Ekaristi melalui pelayanan imam. Demikian juga Kristus sendirilah yang menjadi bahan persembahan dalam kurban Ekaristi. Ia sendiri sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur (Nr. 1410)

      Apakah gereja protestan mengimani ini? tidak

      Jadi apakah dua-duanya benar? setidaknya ada satu yang benar dan satu yang salah.

      Mari kita lihat Katekismus Gereja Katolik tentang:

      Gereja – Sakramen Keselamatan Universal

      774 Kata Yunani “musterion” (rahasia) dijabarkan dalam bahasa Latin dengan dua istilah: “mysterium” dan “sacramentum”. Menurut tafsiran di kemudian hari istilah “sacramentum” lebih banyak menonjolkan tanda kelihatan dari kenyataan keselamatan yang tak kelihatan, sedangkan kenyataan tak kelihatan itu sendiri dimaksudkan dengan istilah “mysterium”. Dalam arti ini Kristus sendiri adalah misteri keselamatan: “Misteri Allah tidak lain dari Kristus sendiri” (Agustinus, ep. 187,11,34). Karya keselamatan dari kodrat manusiawi-Nya yang kudus dan menguduskan adalah sakramen keselamatan yang dinyatakan dalam Sakramen-sakramen Gereja (yang oleh Gereja-gereja Timur juga disebut “misteri-misteri kudus”) dan bekerja di dalamnya. Ketujuh Sakramen itu adalah tanda dan sarana, yang olehnya Roh Kudus menyebarluaskan rahmat Kristus, yang adalah Kepala di dalam Gereja, Tubuh-Nya. Jadi, Gereja mengandung dan menyampaikan rahmat yang tidak tampak, yang ia lambangkan. Dalam arti analog ini, ia dinamakan “sakramen”.

      775 “Gereja itu dalam Kristus bagaikan Sakramen, yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia” (LG 1). Tujuan utama Gereja ialah menjadi Sakramen persatuan manusia dengan Allah secara mendalam. Oleh karena persatuan di antara manusia berakar dalam persatuan dengan Allah, maka Gereja adalah juga Sakramen persatuan umat manusia. Di dalam Gereja kesatuan ini sudah mulai, karena ia mengumpulkan manusia-manusia “dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa” (Why 7:9). Serentak pula Gereja adalah “tanda dan sarana” untuk terwujudnya secara penuh kesatuan yang masih dinantikan.

      776 Sebagai Sakramen, Gereja adalah alat Kristus. Gereja di dalam tangan Tuhan adalah “alat penyelamatan semua orang” (LG 9), “Sakramen keselamatan bagi semua orang” (LG 48), yang olehnya Kristus “menyatakan cinta Allah kepada manusia sekaligus melaksanakannya” (GS 45,1). Ia adalah “proyek yang kelihatan dari cinta Allah kepada umat manusia” (Paulus VI, wejangan 22 Juni 1973). Cinta ini merindukan, “supaya segenap umat manusia mewujudkan satu Umat Allah, bersatu padu menjadi satu Tubuh Kristus, serta dibangun menjadi satu kanisah Roh Kudus” (AG 7).

      Pertanyaan berikutnya Gereja apakah yang dimaksudkan di Katekismus tersebut? Gereja Katolik atau Protestan?

      Salam dan doa,

      Andreas

      Suka

    2. Hanya Gereja Katolik yang merupakan perahu yang benar menuju keselamatan. Extra ecclesiam nulla salus. :). Salam

      Suka

  2. ketika aku membutuhkan Kau, tapi Kau telah meninggalkanku dan mulai tak bersahabat lagi. dimanakah Kau Tuhan?

    Suka

    1. Shalom Little Anthony,

      Tuhan tidak pernah menjanjikan sebuah hidup yang mudah, enak dan nyaman. Melainkan kita diajak untuk mengikuti-Nya, memikul salib, dan menyangkal diri. Justru pada saat dimana kita merasa Tuhan tidak mempedulikan dan meninggalkan kita, kita seharusnya bertanya pada diri kita : Bisakah aku tetap setia kepada-Nya sekalipun aku merasa ditinggalkan? Terkadang bukan Tuhan yang meninggalkan kita, namun bisa jadi kitalah yang tidak sanggup untuk melihatnya. Berdoa, menghadiri misa, dan menerima sakramen-sakraman adalah hal yang sangat berguna demi perkembangan kerohanian kita.

      Semoga membantu.

      Salam,
      Cornelius.

      Suka

  3. Saya ngga masalah birokrat greja katolik, yang bagi sebagian orang justru menjadi penghalang.
    Sebaliknya, saya sangat bangga dengan tradisi dan susunan hirarki kuat yang dipertahankan Gereja Katolik

    Suka

Pengunjung bertanggung jawab atas tulisannya sendiri. Semua komentar harus dilandasi oleh cinta kasih Kristiani. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum ditampilkan. Kami berhak untuk tidak menampilkan atau mengubah seperlunya semua komentar yang masuk.