Q: Paus sangat terkenal di abad 500an-1400an, dan mengapa Paus menyuruh membeli suatu kertas darinya supaya dosa kita dihapuskan oleh Tuhan ??? ALKITAB mengatakan : ‘Tidak ada seorang pun yang bisa menghapuskan dosa, hanya Tuhan yang dapat menghapuskan dosa’

A: Surat Pengampunan dosa (indulgensi), apa itu indulgensi mari kita lihat dari Katekismus Gereja Katolik 1471 “Ajaran mengenai indulgensi [penghapusan siksa dosa] dan penggunaannya di dalam Gereja terkait erat sekali dengan daya guna Sakramen Pengampunan. Indulgensi adalah penghapusan siksa-siksa temporal di depan Allah untuk dosa-dosa yang sudah diampuni. Warga beriman Kristen yang benar-benar siap menerimanya, di bawah persyaratan yang ditetapkan dengan jelas, memperolehnya dengan bantuan Gereja, yang sebagai pelayan penebusan membagi-bagikan dan memperuntukkan kekayaan pemulihan Kristus dan para kudus secara otoritatif.”

Maka dari itu kita harus mengetahui akan akibat ganda dari dosa, yaitu: 1) dosa berat membawa kita kepada siksa dosa abadi di neraka, 2) dosa ringan membawa kita kepada siksa dosa sementara.

Dengan indulgensi, maka Gereja memberikan suatu tanda kasih kepada umat-Nya, yaitu suatu “spiritual goods”, agar umatnya dapat terlepas dari siksa dosa sementara. Ini sama saja kalau di dalam keluarga, kalau orang tua mempunyai kekayaan duniawi, maka mereka akan berusaha membagikannya kepada anak-anaknya. Dalam hal ini, Gereja mempunyai kekayaan rohani, yang dititipkan sendiri oleh Kristus. Yang menjadi masalah adalah kalau Gereja tidak mendapatkan mandat dari Kristus, namun memberikan indulgensi. Namun dalam kenyataannya, Kristus sendiri yang memberikan mandat kepada Gereja. Dan setia kepada mandat ini, Gereja memberikan indulgensi kepada umatnya.

Bagaimana seseorang mendapatkan indulgensi dan penerapannya di abad pertengahan:

Sekarang mari kita melihat, bagaimana sebetulnya seseorang mendapatkan indulgesi. Tidak pernah Gereja mengajarkan bahwa indulgensi dapat diperoleh dengan uang. Gereja senantiasa mengajarkan bahwa indulgensi tidak dapat dibeli. Gereja mengajarkan bahwa seseorang mendapatkan indulgensi dengan: 1) perbuatan kasih, 2) perbuatan baik: doa, berpuasa, dan memberikan sedekah. dan semuanya harus dilakukan dengan disposisi hati yang benar. Memberikan uang tidak dapat membeli indulgensi, memberi uang dengan dasar kasih membuat seseorang mendapatkan indulgensi. Kita melihat contoh bagaimana Yesus sendiri memuji persembahan janda miskin (Mk 12:41-44; Lk 21:1-4). Yesus memujinya bukan karena janda miskin memberikan uang, namun karena disposisi hatinya. Sebaliknya Gereja juga tidak memberikan indulgensi kalau seseorang memberikan uang, namun sebagai ungkapan kasih. Semuanya tergantung dari disposisi hati. Kalau diperhatikan, semua indulgensi selalu mencantumkan “disposisi hati yang benar“.

Mari kita lihat prakteknya di abad pertengahan, yang pada waktu itu Gereja sedang membangun Gereja St. Petrus. Memang ada penyalahgunaan penerapan indulgensi dalam prakteknya, namun ini tidak menghapus akan kebenaran bahwa Gereja mempunyai kuasa untuk memberikan indulgensi.

Paus Leo X (1513-1521), memberikan indulgensi kepada orang-orang yang memberikan sumbangan untuk pembangunan Gereja St. Petrus, namun bukan karena mereka memberi uang, tetapi karena sebagai ungkapan perbuatan baik. Dan bukan itu saja, yang ingin mendapatkan indulgensi harus memenuhi kondisi yang disebutkan diatas, seperti: doa, berpuasa, dan sedekah, yang semuanya harus dilakukan dengan disposisi hati yang benar.

Seorang pengkhotbah Dominikan, bernama Johann Tetzel diutus berkhotbah ke Juterbog, Jerman. Derma (almsgiving) yang selalu menjadi salah satu ungkapan perbuatan kasih (lih. Mat 6:2), menjadi temanya, demi menggalang dana pembangunan basilika, dan ini dikaitkan dengan indulgensi. Sayangnya, memang Tetzel ini membuat suatu pantun yang memang “salah kaprah”, yang intinya seperti ini, “Begitu terdengar bunyi emas di kotak, bangkitlah jiwa menuju surga.” Maka kesannya seolah-olah orang didorong untuk menyumbang supaya dapat masuk surga. Padahal, jika kita membaca tentang ajaran indulgensi, terlihat bahwa yang dihapuskan dengan indulgensi itu adalah siksa dosa temporal dari dosa-dosa yang sudah diampuni (melalui Sakramen Tobat) dan bukan membebaskan seseorang dari siksa dosa dari dosa yang belum terjadi. Yang mengampuni dosa tetaplah Kristus melalui para imam-Nya, dan sesungguhnya, perbuatan apapun tidak dapat menggantikan peran Kristus untuk mengampuni dan menyelamatkan seseorang. Yang diperoleh dari indulgensi ‘hanyalah’ penghapusan siksa dosa yang harus ditanggung seseorang, dari dosa yang sudah diampuni oleh Tuhan Yesus. Silakan klik di sini untuk melihat prinsip ajaran tentang indulgensi ini. Dan memang tampaklah bahwa doktrin Indulgensi ini terkait dengan doktrin Sakramen Tobat, Api Penyucian, dan mendoakan jiwa orang-orang beriman yang sudah meninggal. Doktrin-doktrin inilah yang kemudian ditolak oleh gereja Protestan.

Praktek korupsi yang terjadi sehubungan dengan penerapan ajaran indulgensi inilah yang mengundang protes Martin Luther. Dalam 95 thesis yang diletakkan di pintu gereja tersebut tak lama setelah Tetzel datang. Thesis no.27 Luther memprotes pantun Tetzel, dan thesis no. 50 dan 86 memprotes pembangunan basilika St. Petrus. Namun Luther sendiri sebenarnya tidak menolak prinsip pengajaran tentang indulgensi; ia hanya menentang penerapannya. Thesis no. 49 membuktikan hal ini di mana Luther mengatakan bahwa indulgensi sebenarnya “berguna”. (Sumber: Martin Luther, Disputation of Doctor Martin Luther on the Power and Efficacy of Indulgences, 1517, Project Wittenberg, 2 July 2008).

Dan kemudian beberapa konsili, the Councils of Fourth Lateran [1215], Lyons [1245 and 1274] and Vienne [1311-1312]. Dan di Konsili Trente [1545-1563], Paus Pius V membatalkan segala peraturan indulgensi yang melibatkan transaksi keuangan. Maka sampai sekarang, derma tidak termasuk dalam perbuatan yang disyaratkan untuk memperoleh indulgensi. Namun demikian, Gereja tetap mempunyai kuasa untuk melepaskan umat dari siksa dosa temporal akibat dari dosa-dosa yang sudah diakui dalam Sakramen Pengakuan Dosa.

Perlu diketahui di sini, bahwa indulgensi tidak pernah diperjualbelikan/ “for sale” seperti yang dituduhkan. Meskipun indulgensi memang waktu itu dapat diperoleh dengan menyumbang, namun kemudian, hati yang bertobat, dan segala persyaratan religius lainnya harus ditepati agar indulgensi tersebut dapat sah diberikan. Jadi bukan semacam membeli surat dan setelah itu dosa diampuni. Bukan demikian, karena sebelum menerima indulgensi, seseorang harus tetap mengaku dosa dan menerima sakramen Tobat terlebih dahulu, dan juga memenuhi persyaratan religius lainnya. Maka, indulgensi bukan untuk menggantikan peran sakramen Pengakuan Dosa maupun silih dosa/ penance yang diberikan kepada umat pada sakramen tersebut oleh imam.

Gereja mempunyai otoritas untuk mengampuni dosa, Karena otoritas ini diberikan oleh Kristus sendiri yang mengatakannya kepada Petrus “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” (Mat 16:19). Dan kepada para rasul, Ia memberikan kuasa untuk mengampuni dosa, dan apa yang terikat di dunia akan terikat di surga, dan yang dilepaskan di dunia akan terlepas juga di surga (lih Mat 18:18). Dan Yesus yang mengunjungi para rasul, setelah kebangkitan-Nya, memberikan kuasa kepada mereka untuk mengampuni dosa (lih. Yoh 20:23).

sumber: katolisitas.org

2 komentar

  1. bukankah kalau dosa diampuni berarti siksa akibat dosa di neraka juga dihapus?

    Suka

    1. Shalom Kamen Rider Nicholas,

      Gereja Katolik mengajarkan adanya Dosa Berat dan Dosa Ringan yang bisa dibaca di artikel ini : https://luxveritatis7.wordpress.com/2011/03/29/tentang-dosa/

      Pengampunan dosa menghapus dosa sekaligus siksa dosa abadi, namun siksa dosa sementara tetap ada. Berikut ini penjelasan dari Katekismus Gereja Katolik :

      1473 Pengampunan dosa dan pemulihan persekutuan dengan Allah mengakibatkan pembebasan dari siksa dosa abadi. Tetapi siksa dosa sementara tinggal. Warga Kristen itu harus berusaha menerima siksa dosa sementara ini sebagai rahmat, dengan menanggung segala macam penderitaan dan percobaan dengan sabar dan, kalau saatnya telah tiba menerima kematian dengan tulus. Juga ia harus berikhtiar untuk menanggalkan “manusia lama” dan mengenakan “manusia baru” perbuatan-perbuatan belas kasihan dan cinta kasih serta dengan doa dan aneka ragam latihan mati raga

      Karena siksa dosa sementara masih ada, oleh karena itu Gereja memberikan indulgensi agar umat katolik dapat terlepas dari siksa dosa sementara.

      Salam,

      Cornelius.

      Suka

Pengunjung bertanggung jawab atas tulisannya sendiri. Semua komentar harus dilandasi oleh cinta kasih Kristiani. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum ditampilkan. Kami berhak untuk tidak menampilkan atau mengubah seperlunya semua komentar yang masuk.