11 Kesalahan Umum Penghayatan Iman Katolik

communion-of-the-saints

Seorang umat Katolik yang baik tentu tidak hanya berusaha memahami dan menghayati iman Katoliknya, namun ia juga dituntut untuk melaksanakannya dengan baik dan maksimal. Namun pada prakteknya, pengalaman pribadi saya ketika berinteraksi dengan sesama umat lainnya menunjukkan bahwa ternyata masih terdapat beberapa penghayatan umat yang kurang sesuai dengan apa yang sebenarnya diajarkan oleh Gereja Katolik. Oleh karena itu, berikut ini saya membuat daftar beberapa kesalahan umum yang saya temukan, sambil menjelaskan tentang pemahaman yang lebih selaras dengan ajaran Gereja.

#1. Sesuatu disebut dosa kalau merugikan orang lain.

Mari kita mulai dengan pemahaman sederhana tentang dosa. Dosa berarti pelanggaran atau ketidaktaatan terhadap hukum Allah. Apakah hal tersebut selalu merugikan orang lain? Kenyataannya tidak. Terdapat beberapa dosa yang tidak memberikan kerugian fisik secara langsung atau tak langsung, misalnya dosa pornografi dan masturbasi. Dengan tegas Gereja menyatakan bahwa kedua dosa tersebut tergolong dalam dosa berat (Katekismus Gereja Katolik 2352-2354 dan 2396). Selain itu, berpikiran atau berniat jahat pun sudah termasuk dalam dosa ringan, oleh karena itulah dalam pernyataan tobat kita mengakui “bahwa saya telah berdosa…dalam pikiran…”

Menerima Komuni dalam keadaan berdosa berat juga termasuk dosa sakrilegi, dan ini merupakan dosa yang lebih berat lagi. Sekalipun tidak ada orang yang dirugikan, namun hal ini sangat tidak berkenan di mata Allah, dan merupakan penghinaan terhadap-Nya.

Analogi yang lebih sederhana dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari.  Kendaraan yang menerobos lampu merah, atau mobil yang berjalan di jalur busway, merupakan hal yang melanggar hukum, sekalipun hal ini tidak selalu memberikan kerugian secara langsung seperti kecelakaan. Namun para pelanggar hukum ini mendapatkan hukuman, karena mereka jelas melanggar hukum.

Jadi, dosa itu tidak selalu harus merugikan orang lain.

#2. Dosa itu hanya urusan saya dan Tuhan.

“Kita tidak perlu menghakimi dosa orang lain, biarlah dosa seseorang menjadi urusan pribadinya dengan Tuhan”, begitulah argumen yang pernah saya dengar. Argumentasi tersebut sebenarnya malah mendorong seseorang untuk diam saja ketika melihat orang lain berdosa, dan sikap diam tersebut justru merupakan sebuah dosa.

Kita tidak boleh diam saja melihat seseorang jatuh ke dalam dosa. Mendiamkan dan membiarkan orang lain berbuat dosa juga termasuk dosa. Melainkan, kita harus menegur mereka dengan lemah lembut dan penuh kasih—tanpa mengkompromikan kebenaran—supaya mereka sadar akan perbuatan dosanya dan berusaha untuk tidak melakukannya lagi.

#3. Pergi Misa = Menerima Komuni.

Ada juga yang berpendapat bahwa kalau menghadiri Misa, yang penting saya harus menerima Komuni. Beberapa orang juga ada yang langsung pulang setelah menerima Komuni, apapun alasannya. Apakah benar demikian?

Kenyataannya, Komuni hanya boleh diberikan kepada mereka yang sudah dibaptis Katolik, menerima Komuni pertama, dan berada dalam keadaan berahmat (tidak dalam keadaan berdosa berat). Jadi, kalau anda tidak berada dalam keadaan berahmat, anda tidak boleh menerima Komuni, namun anda harus tetap memenuhi kewajiban anda menghadiri Misa hari Minggu. Hadirilah Misa Minggu, namun jangan menerima Komuni kalau anda belum sempat mengaku dosa sebelumnya.

Secara pribadi, saya cenderung tidak menerima Komuni kalau Komuni diberikan dengan cara dua rupa dan umat mengambil Hosti lalu mencelupnya sendiri. Ada yang berkata bahwa sebaiknya tetap menerima Komuni, karena bila tidak, kita tidak memperoleh keuntungan secara rohani, namun setelah Misa menegur romo tersebut karena cara membagikan Komuninya salah dan sudah dilarang dalam dokumen Redemptionis Sacramentum (no. 104).

Dalam kasus ini, maka sebenarnya kita dihadapkan pada dua hal: apakah kita sebaiknya mengutamakan sikap hormat terhadap Tubuh dan Darah Kristus—dan karenanya tidak menerima Komuni dengan cara yang salah—atau kita lebih mengutamakan manfaat rohani bagi diri kita dengan menerima Komuni dengan cara yang kurang menunjukkan rasa hormat terhadap Tubuh dan Darah Tuhan—sekalipun dilakukan dengan terpaksa. Harap diingat bahwa penghormatan terhadap Tubuh dan Darah Tuhan merupakan hal utama yang seharusnya kita ingat dan jaga, khususnya dalam Liturgi.

#4. Romo selalu benar, umat awam pasti salah.

Dalam diskusi yang membahas ajaran iman Katolik, sering terdengar argument seperti berikut: “saya ikut kata Romo”, “yang memberikan penilaian itu kan awam”, “kamu itu siapa? Perkataanmu berbeda dengan romo”. Tanggapan tersebut dikeluarkan bila seseorang sedang berusaha mengajarkan ajaran Gereja yang benar. Respon tersebut memberikan kesan, seolah-oleh imam itu selalu benar, dan umat awam selalu salah.

Padahal imam juga bisa melakukan kekeliruan. Ada imam yang berkata bahwa masturbasi bukan dosa berat (bdk. KGK 2396), di luar Gereja ada keselamatan (bdk. KGK 856-848), umat tidak boleh menerima Komuni di lidah sambil berlutut (bdk. Redemptionis Sacramentum no 91-92). Itu beberapa contoh kekeliruan yang dilakukan oleh imam yang pernah saya temui.

Kesimpulannya? Setiap orang yang berusaha mengajarkan ajaran iman, harus selalu memiliki dasar argumentasinya dari dokumen Magisterium Gereja Katolik. Kita harus berpikir kritis. Imam tidak selalu benar, dan awam tidak selalu salah.

#5. Sharing pengalaman iman tidak boleh dikoreksi.

Sharing merupakan salah satu aktivitas favorit orang Katolik. Bila terdapat pertemuan doa, pasti ada sharing. Namun, berdasarkan pengalaman saya, sharing ini dapat menjadi ajang untuk menyebarkan hal-hal yang kurang pas dengan ajaran Gereja. Terlebih bila sharing pengalaman seseorang tidak boleh dikoreksi, karena dalam sharing tidak ada benar atau salah.

Dalam sharing dengan kelompok legio Maria, seseorang mengatakan “kita itu tidak perlu berdebat tentang iman, yang penting hidup kita itu baik, itu cukup”. Eits, nanti dulu. Umat Katolik memiliki tanggung jawab untuk mempertanggungjawabkan imannya (bdk 1 Pet 3: 15). Debat kusir memang tidak perlu, apalagi orang yang menjadi lawan diskusi memang tidak memiliki kehendak baik, itu sama dengan memberi mutiara kepada babi (bdk Mat 7: 6). Namun, debat itu memang perlu, sampai batas tertentu, dan kita perlu tahu juga kapan harus berhenti.

Tidak tepat juga dikatakan bahwa yang penting hidup kita baik, atau yang penting berbuat baik, seolah-olah perbuatan baik saja yang menyelamatkan. Atau, persepsi lainnya ialah, seolah-olah mewartakan ajaran iman melalui kata-kata itu tidak penting. Baik pewartaan iman melalui kata-kata juga penting, dan memang ini tugas kita sebagai pengikut Kristus (bdk Mat 28:18-20).

Seringkali dalam sharing juga dikatakan, tidak ada benar atau salah dalam sharing. Ini salah sekali, walaupun tujuannya ialah supaya mendorong orang untuk terbuka dan membagikan pengalamannya. Kita perlu membedakan hal-hal yang sifatnya subjektif (dan karenanya memang tidak ada benar dan salah) dengan hal-hal yang sifatnya objektif. Sharing selalu mengandung dua hal tersebut.

Jadi, dalam sharing pengalaman iman, kita juga perlu kritis. Terkadang, selain menceritakan pengalaman pribadi yang bersangkutan—yang tentunya kita tidak dapat menyangkal pengalaman tersebut—seseorang dapat memberikan nasehat atau menarik kesimpulan yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja. Oleh karena itu,  fraternal correction yang berlandaskan kasih dan kebenaran, merupakan unsur yang penting dalam kegiatan sharing iman.

#6. Keselamatan jiwa = bebas dari penderitaan fisik

Kata “keselamatan” sering disamakan dengan kesehatan jasmani atau terbebasnya seseorang dari penderitaan fisik. Ini tidak keliru, namun ini merupakan prioritas nomor 2. Prioritas utamanya ialah keselamatan jiwa. Apa artinya? Keselamatan jiwa artinya kita perlu menjaga diri kita untuk tetap selalu berada dalam keadaan berahmat. Kita perlu tekun berdoa, memperdalam ajaran iman Katolik, mengasihi Allah dan sesama, menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.

Dan jangan lupa, kalau sampai ada yang jatuh dalam keadaan berdosa berat, sesegera mungkin carilah imam untuk mengaku dosa. Bahayanya ialah, meninggal dalam keadaan berdosa berat dapat membuat seseorang masuk neraka (KGK 1033-1037), terlebih bila meninggalnya dalam keadaan dosa berat yang belum sempat disesali atau belum sempat menerima absolusi dalam sakramen Tobat.

Ingatlah ayat Kitab Suci berikut: takutlah terhadap hal yang dapat menghancurkan jiwa daripada menghancurkan tubuh (Mat 10:28)

#7. Mengaku dosa cukup saat masa Advent, Prapaskah, dan saat seseorang berada dalam keadaan berdosa berat.

Kewajiban minimal umat Katolik ialah mengaku dosa setahun dua kali, yaitu saat masa Advent dan Prapaskah (Kitab Hukum Kanonik 989). Ini standar minimal. Bisa kita tambahkan, kita wajib mengaku dosa kalau jatuh dalam keadaan berdosa berat. Tapi apakah hanya ini saja? Apakah kita puas menjadi Katolik minimalis? Paus Fransiskus menegaskan agar kita tidak menjadi orang Katolik yang suam-suam kuku, tentunya sebisa mungkin kita harus berusaha menjadi orang Katolik yang maksimalis.

Namun, alangkah baiknya bila kita juga mengembangkan kebiasaan untuk mengaku dosa secara rutin, bisa dua minggu sekali, atau sebulan sekali. Paus Emeritus Benediktus XVI menganjurkan hal ini. Ia berkata bahwa kita selalu membersihkan rumah kita, setidaknya seminggu sekali, sekalipun kotorannya toh itu-itu saja. Rumah yang tidak dibersihkan secara rutin tentu dapat membuat kita terkena penyakit. Nah, begitu pula jiwa kita. Kalau tidak dibersihkan secara teratur, maka jiwa kita pun bisa sakit, misalnya, kita menjadi tidak peka terhadap dosa, kita bingung dosa apa yang mesti diakukan pada romo, bahkan yang paling parah ialah kehilangan kesadaran akan dosa.

Yuk, mari menjadi Katolik yang maksimalis!

#8. Keperawanan = kemurnian.

Kesalahan nomor 8 ini merupakan kesalahan yang sangat umum. Seringkali, kalau kita melihat tayangan sinetron, orang yang kehilangan keperawanannya mendapatkan label atau stigma yang negatif, seakan-akan mereka itu pribadi yang nista yang tidak layak diberikan kesempatan untuk bertobat.

Gereja Katolik tidak mengajarkan bahwa keperawanan identik dengan kemurnian. Betul, penting sekali menjaga keperawanan bagi kaum perempuan. Namun, tidak dapat dipungkiri kalau ada saja hal-hal yang membuat mereka kehilangan keperawanan tersebut. Meskipun demikian, kemurnian lebih penting daripada keperawanan, karena kemurnian itu adalah suatu keutamaan, yaitu usaha kita untuk menjaga diri kita dari hal-hal yang tidak murni (menonton pornografi, bercanda dengan konten yang mesum, berpikiran porno, dst).

Keperawanan memang dapat hilang, namun kemurnian, sekalipun ternoda oleh dosa kita, ia dapat terus selalu diupayakan. Hidup murni merupakan sebuah perjuangan yang harus terus-menerus dilakukan, bahkan ketika seseorang telah menikah dan menjalani kehidupan berkeluarga.

#9. Pendidikan iman anak itu urusan sekolah/guru agama atau romo paroki.

Pernah saya temui ada orang yang berpendapat persoalan pendidikan iman anak itu sekarang menjadi tugasnya sekolah atau imam paroki. Orang tua, selain karena mereka terlalu sibuk bekerja sehingga tidak memiliki waktu untuk mendidik iman anak, mereka juga kurang memiliki pemahaman iman yang baik sehingga kurang mampu juga untuk membimbing anaknya.

Kita harus mengingat bahwa tugas untuk menanamkan iman merupakan kewajiban utama orang tua. Mengingat bahwa pendidikan agama Katolik di sekolah Katolik pun—setidaknya menurut penilaian saya dan teman-teman lain—juga kurang berkualitas dan terlalu dangkal, maka orang tua pun perlu mempelajari kembali ajaran Iman Katolik, entah membaca buku-buku Katolik yang bermutu, membaca Katekismus Gereja Katolik atau dokumen Gereja, atau membuka website Katolik seperti Ekaristi Dot Org, Katolisitas Dot Org, page Gereja Katolik, dan tentu saja blog Lux Veritatis 7.

#10. Kekudusan itu hanya untuk kaum tertahbis.

Pernah saya jumpai, ketika seseorang berusaha melakukan apa yang benar dan menolak menyesuaikan diri dengan perbuatan yang tidak benar, sering keluar pernyataan “kamu sok suci banget sih”. Pernyataan tersebut memberikan kesan, seolah-olah, kita ini tidak perlu menjadi suci dan mengupayakan kekudusan. Dan biasanya, sosok pribadi yang suci atau kudus itu tergambar dalam pribadi uskup, imam atau suster.

Pandangan tersebut tidaklah tepat, karena Konsili Vatikan II menyerukan bahwa panggilan kekudusan itu tidak hanya untuk kaum tertahbis, tetapi juga untuk umat awam. Kekudusan itu juga bisa dicapai oleh umat awam, dan bukan urusan uskup, romo atau suster saja. Jadi, mari kita juga bertekun dalam mengejar kekudusan pribadi kita.

#11. Misa itu harus interaktif, saat hening =  umat menganggur, umat bermain HP, umat tidak tahu harus melakukan apa.

Umat Katolik mengenal istilah partisipasi aktif dalam Liturgi. Namun seringkali partisipasi aktif disamakan dengan harus melakukan sesuatu, entah itu berdiri, memberikan tanggapan, bernyanyi, menjadi petugas Misa, dst. Partisipasi aktif disamakan dengan aktivitas lahiriah, dan karenanya ini menjadi sebuah kekeliruan.

Partisipasi aktif yang utama ialah partisipasi batin, baru kemudian partisipasi lahiriah. Saat hening merupakan saat untuk berdoa, untuk mempersiapkan dan menjaga batin kita agar tetap khidmat dalam menghadiri Kurban Kudus Misa. Oleh karena itu, bila ada waktu ketika umat hanya duduk diam (misalnya saat Persembahan), bukan berarti umat hanya menunggu giliran untuk menjawab tanggapan romo, bukan juga ini saat untuk menganggur, melamun, mengobrol dan bermain HP. Saat hening, misalnya setelah menyambut Komuni, merupakan saat ketika kita sungguh berusaha merasakan kehadiran Tuhan dalam Komuni Suci yang kita makan.

Dan jangan lupa, disposisi batin yang utama ialah berada dalam keadaan berahmat (alias tidak dalam keadaan berdosa berat). Lalu silakan baca juga artikel berikut: Penghayatan Makna dan Tata Gerak Liturgi: Sebuah Pengantar

***

Nah, itulah beberapa kesalahan penghayatan iman yang saya temukan selama ini. Anda memiliki pengalaman atau pemikiran berbeda yang belum dituliskan di atas? Silakan sampaikan hal tersebut di kotak komentar.

63 komentar

  1. Stef Toha · · Balas

    Blog yang menarik, mengingatkan saya akan Emile Zola, membahas salah satu tulisan Emile yang kontroversial adalah novel “Lourdes” mengenai konflik antara agama dan naturalisme yang dipanggungkan di lokasi ziarah terkenal Lourdes, Perancis.
    Saya mencoba menulis blog tentang hal ini, semoga anda juga suka blog di di http://stenote-berkata.blogspot.com/2020/02/wawancara-dengan-emile.html

    Suka

  2. Kristina Huik · · Balas

    syalom, saya mau bertanya, apakah memposting gambar-gambar Kudus atau Gambar Alkitab di group dunia maya merupakan dosa sakralegi ? mohon jawabannya . Trimakasih.

    Suka

    1. Itu bukan dosa sakrilegi

      Suka

  3. Merciana Novita Raya · · Balas

    Bagaimana jika kita melakukan pengakuan dosa tetapi kita lupa menyebutkan beberapa dari dosa kita,apakah kita tetap diampuni?

    Suka

    1. Tetap diampuni asalkan itu tidak disengaja. Namun bila sesudah pengakuan terus baru teringat dosanya, maka dosa tersebut harus diakukan pada pengakuan dosa selanjutnya.

      Suka

  4. Canggi Makmur · · Balas

    Masalahnya bisakah ajaran Gereja itu salah ?? Saya rasa bila melihat sejarah, ada ajaran gereja yg salah, kurang tepat dll. Jangan” anda kritis terhadap romo, tp tdk kritis dengan hukum” gereja juga / tdk kritis terhadap intepretasi anda terhadap ajaran Gereja. Trims

    Suka

    1. Ajaran Gereja yang adalah dogma dan bersifat “De Fide” tidak bisa salah.

      Suka

  5. Albertus · · Balas

    Berkah dalem, maaf saya mau bertanya pada saudara Cornelius, Jika seseorang mati dalam keadaan dosa besar pasti masuk neraka, yang saya tanyakan disini jika seseorang yang masuk neraka itu di doakan oleh keluarga, terutama orang tua setiap hari apakah orang yg masuk neraka tersebut bisa diampuni ? Atau mendapat keringanan ? Atau tetap mendapat siksaan neraka ?

    Suka

    1. Kita tidak pernah tahu dengan pasti apakah seseorang masuk neraka atau tidak, hanya Tuhan yang mengetahui.

      Jiwa seseorang yang sudah diadili oleh Tuhan dan akan masuk neraka maka sudah tidak bisa diampuni lagi di akhirat. Di sini penghakiman Tuhan bersifat abadi dan tidak ada sesuatu pun yang dapat mengubahnya.

      Tugas kita adalah mendoakan mereka dengan harapan Allah berbelas kasih dan berkenan menyelamatkan mereka.

      Suka

  6. ignatius eko nugroho · · Balas

    Bagaimana hukum bagi seorang Pastor yang melakukan dosa ( zina ) terhadap istri umatnya sendiri atau wanita bersuami? apakah hanya dispensasi dalam jangka waktu tertentu ataukah hanya dimaafkan dan kembali melayani sebagai imam? berdosakah seorang suami melaporkan pastor tersebut ke pihak berwajib?

    Suka

    1. Maaf terlambat membalas, Saya bukan pakar hukum Gereja, dan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan imam yang mendalami hukum gereja, jadi saya mencoba menjawab sejauh yang saya ketahui.

      Setahu saya hal seperti ini adalah dosa berat dan seharusnya dilaporkan kepada Uskupnya. Menurut saya, membiarkan imam tersebut melayani kembali sebagai imam di tempat lain bukanlah hal yang bijaksana, karena bisa saja ada korban selanjutnya. Akan lebih baik bila imam tersebut diisolasi di tempat terpencil dan melakukan suatu perbuatan silih untuk menebus dosanya.

      Tentu seorang suami tidak berdosa bila melaporkan imam tersebut ke pihak berwajib. Namun ada baiknya bila dikonsultasikan dulu dengan pakar hukum gereja atau imam paroki atau Bapa Uskup.

      Suka

  7. cantrius ginting · · Balas

    syalom…
    sya mau bertnya,
    apakah di setiap paroki ada romo yg melayani pengakuan dosa?
    atau hanya di paroki tertentu?
    atau hanya pada saat adven dan prapaskah?
    trima kasih.

    Suka

    1. Dear Cantrius Ginting,

      Itu tergantung paroki masing-masing. Ada paroki tertentu yang rutin melayani pengakuan dosa, namun pada umumnya hanya pada saat adven dan prapaskah. Silakan hubungi romo paroki dan cobalah membuat janji untuk mengaku dosa.

      Suka

  8. Syalom sy ada 2 pertanyaan
    1. Apakah seseorang yang berdosa berat terus menerima krisma sakramennya tetap sah dan legal ??
    2. Apakah dosa yang tidak diketahui itu dosa dan ketika menerima sakramen layak kah ?
    Terimakasih

    Suka

      1. Sebelum menerima Krisma, biasanya seseorang diharuskan untuk menerima sakramen tobat. Keabsahan sakramen Krisma tidak tergantung dari kondisi jiwa seseorang.
      2. Sebelum menerima sakramen Penguatan, sebaiknya mengaku dosa. Lakukan pemeriksaan batin yang seksama. Kalau konteksnya Ekaristi, maka Ekaristi hanya boleh diterima bagi mereka yang berada dalam keadaan berahmat. Mereka yang berada dalam keadaan dosa berat harus mengakukan dosa beratnya terlebih dahulu barulah menerima Komuni.

      Suka

  9. Frengky · · Balas

    Salam Damai saudara kornelius,
    Di dalam sebuah gereja terdapat Salib Kristus dan Tabernakel(yang adalah Kristus itu sendiri).
    Saat kami umat, atau petugas liturgi hendak memberi hormat, Arah yang tepat ke Salib atau Tabernakel?

    Terima kasih…

    Suka

    1. Menghadap ke arah Tabernakel karena di sana Kristus hadir dalam Ekaristi.

      Suka

      1. Tapi ini saya sampaikan kepada seorang Romo di paroki saya, malah saya diketawai dan mengatakan Salib.
        Apakah seluruh Imam memiliki pemahaman yang sama akan hal ini? Karena sesuai dengan apa yang saya perhatiakan, sebagian Romo di paroki saya hormat terhadap Tabernakel.

        Terima kasih…

        Suka

      2. Romo anda keliru. Tabernakel adalah tempat untuk menyimpan Hosti yang sudah dikonsekrasi, dengan kata lain, di dalam tabernakel ada kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi, sedangkan salib hanyalah merupakan gambaran saja dan bukan kehadiran nyata Kristus. Sebenarnya masalah menghadap salib atau tabernakel, tidak perlu ada seandainya posisi salib dan tabernakel itu sejajar (salib ada di atas tabernakel). Setelah Konsili Vatikan II memang ada kecenderungan untuk menyingkirkan posisi sentral tabernakel, dan ini jelas kesalahan dan tidak pernah diamanatkan Konsili.

        Menurut saya (dan ini berdasarkan pengamatan dan pengalaman pribadi), kebanyakan imam tidak memiliki pemahaman liturgi yang baik. Dalam beberapa hal, mereka bisa menganut ajaran yang keliru. Bahkan salah seorang imam pernah bercerita kepada saya, bahwa dia di seminari tidak pernah diajarkan tentang liturgi. Buku Pedoman Umum Missale Romawi, itu dia ketahui ketika sudah menjadi imam. Jadi, anda tidak perlu kaget atau khawatir bila bertemu dengan imam yang pemahamannya kurang baik, karena itu wajar terjadi di Indonesia.

        Semoga jawabannya membantu.

        Disukai oleh 1 orang

  10. shalom Lux Veritatis 7.saya mau bertanya tentang sifat setan agar saya dapat mengelakkan diri dri tipu daya setan.Tuhan adalah MahaKasih dan kasih tidak memaksa,Tuhan tidak pernah memaksa manusia.soalan saya,apakah setan juga tidak memaksa atau
    memaksa kita untuk melakukan keinginannya meskipun setan tau kita sebagai manusia mempunyai free will?saya sering menganggap bahawa setan selalu memaksa saya untuk melakukan dosa.trima kasih.God bless

    Suka

    1. Shalom Chris, maaf lama sekali saya membalasnya. Pertama, perlu saya tekankan bahwa dosa selalu melibatkan kehendak bebas manusia. Kitalah yang memutuskan untuk berbuat dosa. Kedua, mengenai setan, setan pun tidak dapat memaksa kita, melainkan ia menggoda kita untuk berbuat dosa (seperti dalam kisah Adam dan Hawa). Ketiga, sekalipun kita digoda, kita dapat memilih: menyerah pada godaan dan berbuat dosa, atau menolak godaan, menghindarinya dan memilih untuk tidak berbuat dosa. Semoga jelas ya.

      Suka

  11. Shalom,
    Saya sudah lama terikat dan bergumul dengan salah satu dosa berat. Saya memang berjanji pada diri saya sendiri bahwa saya tidak akan menerima komuni kudus sebelum saya mengakukan dosa berat tersebut. Tapi saya sangat kesulitan lepas dari dosa berat itu, maka yang terjadi adalah setiap kali saya melakukan dosa berat tersebut, saya buru-buru lari ke Romo dan mengakukan dosa itu.
    Lama kelamaan saya jadi takut kalau Romo bosan dan kecewa mendengar dosa saya yang itu-itu saja. Terlebih saya takut Tuhan kecewa pada saya karena saya mengulang dosa berat yang sama terus menerus. Apakah Tuhan akan tetap mengampuni meskipun pada sakramen tobat yang sebelumnya, saya sudah berjanji tidak akan mengulang dosa itu lagi?
    Selalu ada rasa bersalah dalam hati saya sehabis saya melakukan dosa berat tersebut.

    Suka

    1. Shalom Kim,

      Pengalaman yang kamu rasakan pada umumnya cukup sering terjadi di antara mereka yang sedang bergumul dengan dosa berat. Kamu sudah melakukan hal yang tepat, yaitu memutuskan untuk mengaku dosa terlebih dahulu sebelum menerima Komuni Suci. Namun ketakutanmu adalah kalau romo yang mendengar pengakuanmu merasa bosan dan kecewa. Bukan tidak mungkin kalau nanti romo tersebut berpikir kalau kamu tidak serius dalam memperbaiki hidupmu.

      Namun, seorang imam yang baik pernah berkata kepada seseorang yang mempunyai pergumulan dengan dosa berat: bersyukurlah karena tidak ada dosa baru yang kamu lakukan! Imam yang baik dan suci tentu mengetahui bahwa dosa berat yang telah menjadi kebiasaan itu tidak mudah dihilangkan; diperlukana hidup doa yang teratur dan mendalam, penerimaan sakramen-sakramen dengan lebih sering, terutama Ekaristi dan Pengakuan Dosa, dan juga mortifikasi atau penyangkalan diri seperti berpantang dan berpuasa secara teratur.

      St. Yohanes Maria Vianney pernah berkata: Allah “melupakan” dosa yang kita lakukan esok hari untuk memberikan pengampunan-Nya hari ini. Tuhan mengetahui bahwa kita itu lemah, bahwa kita mudah sekali jatuh dalam dosa. Namun sebagaimana dikatakan Kitab Suci, orang benar jatuh tujuh kali dan bangkit delapan kali. Dalam kasusmu, yang utama adalah kesetiaan dan ketekunan untuk bangkit kembali setelah jatuh, sambil percaya bahwa Allah mengasihi kita dan berkenan mengampuni kita, asalkan kita sungguh bertobat dan mau memulai kembali setiap kali kita jatuh.

      Jadi, saran saya, berhati-hatilah pada pikiran negatif yang dapat membuatmu takut atau khawatir untuk mengaku dosa, karena iblis dapat menggunakan hal ini untuk menjauhkanmu dari Tuhan. Selagi imam yang mendengarkan pengakuanmu tidak menunjukkan hal yang negatif, maka tetaplah mengaku dosa padanya. Katakan dengan jujur bahwa kamu serius untuk bertobat namun dosa tersebut masih sulit dihilangkan secara total. Namun seandainya imam tersebut berpikiran yang negatif terhadapmu, maka solusinya adalah mencari imam yang lain untuk mengaku dosa.

      Percayalah bahwa Allah itu penuh belas kasih dan berkenan mengampuni mereka yang bertobat, yang datang kepada-Nya dengan hati yang remuk redam. Lalu, tekunlah semampumu untuk menghindari dosa dan berbuat kasih kepada sesama. Bertumbuhlah dalam kasih, dan doakanlah juga para imam, terutama imam yang mendengarkan pengakuan dosamu, agar ia diberikan rahmat untuk membantumu dalam hidup rohanimu.

      Saya akan turut mendoakanmu juga.

      Salam,
      Cornelius.

      Disukai oleh 1 orang

  12. shalom lux veritatus 7.saya ingin bertanya,apakah dosa sakrilegi bisa diampuni oleh romo/pastor biasa di gereja?trima kasih

    Suka

    1. Iya bisa diampuni asalkan dosa sakrilegi tersebut diakui dan disesali dalam sakramen tobat.

      Suka

  13. shalom lux veritatis.kalau saudara seiman melakukan dosa berat tanpa pengetahuan penuh akan dosa yg dilakukan,apakah kita brdosa berat atau ringan sekiranya kita tidak menasehati dan menegur saudara seiman yg mlkukan dosa berat?trima kasih

    Suka

    1. Melakukan sesuatu hal yang tidak di ketahuinya bukanlah trmsk sebuah dosa yg berat. Meskipun begitu hendaklah kita tidak terlalu menimbang apakah ini kecil atau besar. Karena dosa itu tetaplah sebuah dosa yang mengakibatkan kita terlepas dari Tuhan, baik itu kecil atau besar. Jangan sampai pengetahuan kita utk mengakali Tuhan, krn Tuhan tidak dpt di tipu.

      Soal menegur hendaklah di lakukan dengan dasar menghormati pribadinya dan rendah hati mau menerima apapun keputusannya meskipun kita di tolak. Ada saatny utk bicara dan ada saatnya utk diam, keduanya butuh kebijaksanaan, berdoalah kepada Tuhan agar di beri kebijaksanaan tsb.

      Salam,
      Andreas

      Suka

  14. Didik R · · Balas

    Berkah Dalem! Bagaimana caranya menegur seorang sahabat yg pilih2 dlm menjalankan kewajiban agama. Misal dia tidak berpantang atau berpuasa, tidak mengaku dosa dsb. Saya tidak bisa menegur, karena saya menyadari secara personal, dia lebih baik dari saya. Dan sebetulnya dulu pernah saya menyindir, tp dia menjawab bahwa percuma orang menjalankan perintah agama tp tidak baik, katanya yg penting berbuat baik ke sesama.

    Suka

    1. Saudara Didik R,

      Ada beberapa hal yang dapat saya katakan.

      1. Menegur seseorang tidak bergantung apakah kita lebih baik dari orang yang ditegur atau tidak. Tentunya kalau kita lebih baik darinya, maka teguran kita akan lebih meyakinkan. Namun kita tidak harus menunggu menjadi lebih baik atau sempurna. Ada kalanya kebenaran harus dikatakan bila perlu, apalagi kalau itu menyangkut keselamatan jiwa.
      2. Teman anda mempertentangkan perintah agama dan berbuat baik kepada sesama. Padahal, salah satu perintah agama itu juga mengharuskan kita berbuat baik pada sesama. Tetapi, kita juga harus ingat bahwa perintah agama itu ada juga untuk menjaga hubungan kita dengan Allah. Antara kasih kepada Allah dan kepada sesama harus seimbang. Kalau kita memilih-milih perintah mana yang kita suka dan lakukan, maka ini sama dengan menyamakan diri sebagai Allah, sebuah bentuk kesombongan yang harus dilawan dengan kerendahan hati.

      3. Menurut saya, anda dapat menekankan tentangnya baiknya pantang dan puasa bagi jiwa kita (misalnya untuk membantu kita mengendalikan diri, terutama mengendalikan kecenderungan untuk berbuat dosa). Sebagaimana dikatakan Paus Benediktus XVI, puasa membantu kita menghindari dosa dan membantu kita bertumbuh dalam relasi yang personal dan intim dengan Tuhan. Pesan Paus Benediktus tentang puasa bisa dibaca di link berikut (bahasa Inggris): http://w2.vatican.va/content/benedict-xvi/en/messages/lent/documents/hf_ben-xvi_mes_20081211_lent-2009.html

      4. Kalau melihat disposisi sahabat anda, maka dapat dipastikan kalau teguran anda dapat memperburuk relasi anda dengan sahabat anda. Namun sebagai pewarta kebenaran, kita hanya bisa berdiskusi dan meyakinkan dia dengan argumen yang rasional dan persuasif. Kalau anda ingin menegur sahabat anda, anda harus mengingat beberapa hal berikut: 1) Lakukanlah itu dengan lembut, artinya jangan terlalu keras atau kasar dalam cara, apalagi sampai memaksa. 2) Lakukan dengan kerendahan hati, yang berarti anda harus siap untuk mengalami penolakan, bahkan bisa jadi persahabatan anda terancam. 3) Saat anda hendak menegurnya, katakanlah bahwa anda melakukan ini demi kebaikan dirinya, bahwa anda peduli dengannya. 4) Berdoalah sebelum menegurnya, agar anda dapat melakukannya dengan sabar, lembut dan rendah hati. Serahkan apapun hasilnya ke dalam tangan Tuhan, karena hanya Tuhanlah yang dapat mengubah hati seseorang.

      Demikian jawaban saya, semoga dapat membantu.

      Salam,
      Cornelius.

      Suka

  15. Jangan menyebut namaKu sembarangan ;)

    Suka

  16. Saya hanya ingin bertanya, apakah di dalam Katolik mengijinkan bila umatnya tidak pernah melakukan pengakuan dosa di Gereja, namun sering kali mengakui dosa dihadapan Tuhan sendiri (berdoa di kamar dengan sungguh2) saya non Katolik mohon penjelasannya. Tuhan memberkati.

    Suka

    1. Gereja Katolik mewajibkan umatnya untuk mengaku dosa minimal setahun sekali atau dua kali. Pengampunan dosa di hadapan Tuhan memang perlu dan baik, namun Tuhan juga memberikan kuasa untuk mengampuni dosa kepada para rasul, dan kuasa ini diteruskan oleh para uskup dan para imam. Bagi orang Katolik, kami mengenal pembedaan dosa berat dan dosa ringan, dan dosa berat hanya bisa diampuni melalui sakramen tobat, tidak cukup hanya mengaku dosa di hadapan Tuhan saja.

      Suka

  17. To : mr.cornellius dan andreas
    Saya adl member baru…dan sy salut atas pemahaman yg luar biasa ttg keKristusan.
    Okay, sy mau tny nich…ada seorang ibu menikah dgn non nasrani..sudah 30 tahun si ibu tdk menerima komuni krn belum pemberkatan scra khatolik..
    Sudah di konfirmasikan pd paroki setempat dan jwbannya sama semua..”harus diberkati pd pernikahan khatolik”.
    Ini yg saya sedih..antara aturan dan Keselamatan dari Tuhan..
    Menurut anda sekalian apa yg seharusnya dilakukan?

    Suka

    1. Haus kerahiman,

      Saya tidak tahu detailnya seperti apa, dan mungkin nasihat saya juga tidak tepat. Akan tetapi, aturan yang ditetapkan Gereja adalah perlu demi keselamatan kita. Menjadi pengikut Kristus memang tidak mudah, karena mengharuskan kita untuk memikul salib. Saya tidak bisa memberikan solusi, namun hanya bisa menekankan bahwa hendaknya kita selalu memadukan antara aturan dan keselamatan dari Tuhan.

      Salam,
      Cornelius.

      Suka

  18. Ada satu lagi

    Banyak umat yang memiliki anggapan bahwa dengan berdoa Novena dan Rosario serta devosi lainnya maka “permintaannya pasti akan dikabulkan”. Seringkali ketika permohonan tidak dikabulkan maka umat menjadi kecewa dan tidak mau berdoa lagi

    Padahal umat harusnya sadar akan iman kita mengenai kehendak Allah yang tertulis “rancanganku bukan rancangan-MU, rancangan-MU bukan rancanganku”

    Suka

    1. Terima kasih atas masukannya!

      Suka

  19. Satu lagi yang menurut saya cukup fatal adalah anggapan umat bahwa Romo boleh mengubah-ubah Misa berdasarkan kehendaknya sendiri

    Dulu pernah ketika dalam suatu kepanitiaan Paskah diperdebatkan warna yang akan digunakan sebagai dekor untuk hari Jumat Agung. Lalu salah satu orang menyatakan “tanya Romo saja karena Romo lebih tau”. Padahal sudah secara jelas Jumat Agung wajib memakai warna merah

    Suka

  20. stefanus · · Balas

    Kesalahan mendasar mereka yang terlibat dalam kegiatan di Gereja :
    1.Asal Bunyi : biasanya sebelum memulai sebuah kegiatan banyak dilakukan oleh mereka yang diberi tanggung jawab oleh Gereja mengadakan rapat-rapat pembahasan agar kegiatan bisa berjalan dengan yang diharapkan, ada beberapa type manusia yang harus diwaspadai yaitu jarang mengikuti rapat ,sekali mengikuti rapat banyak mencetuskan ide2 baru dan mendominasi pembicaraan setelah itu hilang lagi alias tidak pernah rapat lagi.

    solusi : jangan memberi tanggung jawab besar kepada manusia seperti ini.

    2.Komitmen dan Konsisten :

    sebuah kegiatan akan sangat terbantu bila dilakukan oleh mereka yang punya komitmen dan selalu konsisten dalam bertindak,ini adalah salah satu syarat utama kalau ingin sebuah kegiatan berjalan dengan baik. Jangan melibatkan seseorang meskipun punya jabatan,orang kaya,terpandang namun tidak mempunyai kriteria diatas sebaiknya dihindari orang seperti ini.

    Yang lebih parah,ada type manusia yang sangat antusias mengejar jabatan di semua kegiatan yang akhirnya tidak ada kegiatan yang bisa ditangani cuma nama saja yang hadir.

    Komitmen erat kaitannya dengan tanggung jawab : banyak mereka yang aktif dalam kegiatan lupa terhadap yang namanya ” tanggung Jawab “, karena kebiasaan setiap kegiatan selalu harus ada konsumsi tapi ternyata yang terjadi adalah pemborosan besar besaran uangnya umat,dengan bangganya memesan konsumsi untuk sebuah kegiatan karena terdaftar 1000 peserta ternyata yang datang hanya 200 orang,jawabnya klasik itulah resiko mengadakan sebuah kegiatan ,umatnya malas! karena selama ini mengadakan kegiatan hanya terpaku pada masalah kuantitas dan lebih parah kalau orientasinya business!

    Solusi : utamakan orang yang punya kredibilitas yang bisa dipertanggung jawabkan daripada mencari orang pandai,terpandang namun sulit berkomitmen.

    3.Mengutamakan orangnya daripada pesannya:

    ini mengingatkan kepada mereka yang lebih suka melihat siapa yang menyampaikan pesan bukan isi pesannya, apalagi kalau yang menyampaikan pesan adalah seorang donatur,seorang terpandang,seorang yang punya jabatan penting di Gereja dan ini berbeda kalau yang menyampaikan pesan adalah seorang pembantu,atau seorang koster atau seorang tukang ojek.

    Solusi : selalu saling mengingatkan agar jangan melihat orangnya

    4.Mudah menyatakan mundur dari Kegiatan :

    karena perbedaan pendapat didalam sebuah rapat kegiatan,maka seseorang menyatakan mundur karena keputusan yang diambil tidak sesuai dengan hati nurani dan prinsipnya,ini sudah sifat saya! padahal sesungguhnya type manusia seperti ini wajib diwaspadai karena sesungguhnya ada motivasi tersembunyi yang membuat dia menyatakan mundur. Kalau memang dia selalu menyatakan hal yang tidak sesuai prinsipnya akan mundur,apakah hal ini juga dia lakukan di tempat bekerja kalau dia berbeda pendapat dengan pimpinannya? pastinya tidak mundur karena ada duitnya sedangkan kalau di Gereja tidak dibayar! berrati orang tersebut selalu ingin memaksakan kehendak.

    Solusi ; jadikan pengamat saja atau dingatkan secara tegas.

    Suka

  21. Albert Setiadi Umar · · Balas

    ini merupakan pemikiran yang keliru, sangat keliru.
    pemikiran jahat adalah Dosa?
    ada bbrp hal yang perlu digaris bawahi di sini.
    1. Tuhan, Allah, Bapak kita, memberikan kita kehendak bebas. untuk memilih.
    Sudah dari awal dalam alkitab, dinyatakan dosa pertama yang dilakukan oleh Adam dan Hawa adalah perbuatan memakan buah yang dilarang Tuhan, bukan pemikiran / keinginan untuk memakan buah tersebut.
    Kita diberikan nurani, untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk.
    Ketika Tuhan Yesus berpuasa di padang pasir, banyak pemikiran buruk / bisikan setan yang dibisikan kepadaNya, dan memanfaatkan kelemahan kita sebagai manusia. seperti rasa lapar, keinginan untuk memiliki pride, power, dsb. Tapi kita tahu Tuhan Yesus menahan diri dan mengusir setan dari hadapan Nya.

    gereja katolik tidak pernah menolak orang yang datang, apapun pakaian nya. tapi Misa adalah pesta, maka sebaiknya bila kita datang ke pesta, dimana kita semua diundang, berpakaianlah sebaik mungkin untuk menghormati Nya. Tuan Rumahnya. sudah ada contoh ketika seseorang berpakaian kumuh dan berpakaian baik yang menghadiri aktifitas di rumah Tuhan.
    Seriously kesaksian dikritisi? apakah kritik tersebut bisa membuat orang tersebut jadi lebih baik? atau yang mengkritik yang merasa jadi lebih baik ? di kolom comment sini ada yang memberikan contoh tentang kesaksian, dia melakukan free sex dll, sekarang sudah tidak lagi, tapi masih melakukan masturbasi dll. kritik apalagi yang mau diberikan kepada dia? dia sudah tahu hal yang dilakukan adalah salah, mau dikasih teguran apa lagi? Saran masih boleh lah, atau bantuan yang bisa membuat dia tidak melakukan kesalahan nya lagi. tapi teguran dan kritik?

    Suka

    1. Albert Setiadi Umar,

      Berikut ini beberapa tanggapan saya:

      Pertama, saya tidak membahas tentang dosa asal, bahkan penggunaan contoh anda juga tidalah tepat. Sebelum Adam dan Hawa memakan buah terlarang, Hawa terlebih dahulu dicobai oleh setan. Ia MENDENGARKAN hasutan jahat setan. Bisikan Setan tersebut tentu MASUK ke dalam pikirannya, karena apa yang didengar oleh telinga akan diproses oleh otak manusia. Barulah kemudian atas persetujuan bebasnya ia memakan buah terlarang tersebut, setelah akal budi terlebih dahulu bekerja. Jadi, kita tidak bisa memisahkan antara pikiran, kehendak dan perbuatan dalam melakukan dosa. Terlebih, dalam Misa kita berkata “Saya mengaku…bahwa saya telah BERDOSA, dalam PIKIRAN dan perkataan…” Mengatakan berpikiran jahat tidaklah dosa merupakan penyangkalan yang paling tidak masuk akal. Bukankah pernyataan tobat tersebut diucapkan setiap kali menghadiri Misa Minggu?

      Sedangkan pada kasus Yesus, Yesus tidak mendengarkan dan mengiyakan pikiran jahat dari setan itu. Godaan iblis sudah ia tolak di dalam pikirannya, karena itu Yesus berhasil mengalahkan godaan.

      Kedua, saya tidak membahas soal pakaian Misa, jadi komentar anda itu tidak relevan dengan topik ini. Tidak akan saya tanggapi.

      Ketiga, apa yang dikoreksi ialah pernyataan atau perbuatan dalam sharing yang bertentangan dengan ajaran Gereja, bukan kesaksian atau sharing SECARA KESELURHAN. Contoh kasus yang diberikan memang sangat umum, namun tidak ada keterangan apakah ia menyadari masturbasi itu dosa atau tidak, juga tidak dikatakan kalau orang tersebut menyesali masturbasinya itu.

      Namun maksud saya adalah ini: dalam memberikan koreksi, kita harus bersikap seperti seorang dokter yang ingin menyembuhkan pasiennya atas dasar kasih. Kalau anda “sakit” namun tidak memilih untuk minum obat, melainkan percaya tentang HOAX seputar kesehatan yang malah memperparah sakit anda, atau anda tidak mengubah gaya hidup (misalnya pola makan yang tidak sehat) memangnya salah ya kalau dokter kemudian mengkritik pasiennya karena tidak taat kepada nasehatnya untuk minum obat?

      Kristus berkata bahwa kalau kita mengasihi Ia, maka kita juga harus mengasihi sesama dan melaksanakan perintah-Nya. Tentu tidak bisa seseorang bersikap acuh tak acuh kalau ia melakukan perbuatan dosa yang dapat membahayakan keselamatan jiwanya.

      Suka

  22. gonsa aloysius · · Balas

    menamba wawasanku tentang kpribadianku, dan iman ku. terima kasih tuhan yesus membrkati kita semua.

    Suka

  23. Syalom, berikut ini saya kutip beberapa ayat seputar cara menegur orang lain. Semoga roh kudus menuntun kita dalam memahami ayat2 ini. GBU.

    Galatia 6:1, “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.”

    1 TImotius 5:1-2 “Janganlah engkau keras terhadap orang yang tua, melainkan tegorlah dia sebagai bapa. Tegorlah orang-orang muda sebagai saudaramu,perempuan-perempuan tua sebagai ibu dan perempuan-perempuan muda sebagai adikmu dengan penuh kemurnian.”

    Kolose 3:16 “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.”

    Amsal 25:12 “Teguran orang yang bijak adalah seperti cincin emas dan hiasan kencana untuk telinga yang mendengar.”

    Suka

    1. Terima kasih, bagus sekali!

      Salam,
      Andreas

      Suka

  24. Penanya · · Balas

    Halo. beberapa waktu lalu saya mengaku dosa beberapa kali. Akan tetapi, lama lama saya merasa kalau pastor tidak senang kepada saya (beberapa kali saya berpikir pastor seolah menghindar kalau melihat saya) . Saya sendiri juga mengaku dosa yang sama berkali-kali, dan salah satunya termasuk dosa berat.

    Suatu saat saya berhenti mengaku dosa karena selain berpikir bahwa pastor pasti akan kesal dengan dosa yang sama terus menerus (pastor sudah mengenal saya karena sering mengaku dosa), saya pikir melakukan dosa itu adalah kelemahan tiap manusia dan justru dengan menerima komuni saya bisa lepas dari dosa-dosa saya, termasuk dosa berat.

    Saya sudah memiliki niat untuk bertobat dan dalam proses pertobatan saya, saya tetap menerima komuni walaupun dalam kondisi melakukan dosa berat. Sekarang saya sudah cukup lama tidak melakukan dosa berat saya lagi dan sampai sekarang saya tetap menerima komuni.

    pertanyaan saya, apakah untuk menerima komuni selanjutnya saya harus mengaku dosa terlebih dahulu atau apakah saya langsung saja menerima komuni? mengingat jika saya mengaku dosa merasa malu dan takut kepada pastornya, dan takut pastornya kesal karena pasti dosanya akan kurang lebih sama dengan dosa-dosa sebelumnya.

    Suka

    1. Halo Penanya,

      Terima kasih atas cerita pergumulannya. Saya bisa mengerti perjuangan yang sedang anda lakukan, karena memang tidak mudah untuk rutin mengaku dosa, terlebih bila dosanya itu-itu saja.

      Saran saya sederhana saja, mengingat terakhir kali saudara Penanya tetap menerima Komuni meskipun dalam keadaan berdosa berat, maka sebelum menerima Komuni selanjutnya sangat baik sekali bila mengaku dosa. Kalau takut dengan pastor yang sama, apa bisa diusahakan agar mengaku dosa dengan pastor yang lain?

      Lalu mengenai pastor yang kelihatannya tidak senang dengan Penanya, apa benar begitu? Atau itu cuma pikiran negatif saudara Penanya saja? Jangan lupa bahwa iblis tentu menginginkan kita untuk tidak mengaku dosa secara teratur. Bisa jadi itu adalah pikiran jahat yang bertujuan untuk menghambat saudara berjuang mencapai kekudusan.

      Sebenarnya, menurut saya seharusnya para imam tahu bahwa sakramen tobat itu tidak bisa menghapuskan kecenderungan dosa yang ada pada manusia. Ia hanya menghapuskan dosa. Memang sudah menjadi bagian kodrat kita untuk jatuh dalam dosa, namun pada saat yang sama Tuhan memberikan kita rahmat supaya kita bisa menyesali dan membenci dosa kita, lalu dengan tulus mengakukan dosa dan berjanji untuk sebisa mungkin tidak mengulangi dosa yang sama.

      Berdoalah, mintalah rahmat agar Tuhan membantumu dalam mengatasi rasa malu dan takut itu, sehingga kamu bisa mengaku dosa. Saya juga akan berdoa untukmu.

      Salam,
      Cornelius.

      Suka

    2. chatarina · · Balas

      Halo saudaraku seiman

      Saya pernah mengalami apa yang Anda rasakan !
      Bahkan saya berganti-ganti Imam agar tidak malu mengakukan dosa yang sama pada Imam yang sama … Untunglah Imam di sini buanyak sekali bahkan sering juga Imam tamu dari luar kota ..

      Tetapi bayangan bahwa Imam menghindar, Imam akan bosan atas pengakuan dosa, Imam tidak mau menerima pengakuan dosa … serta perasaan malu akan kebebalan kita.. adalah salah satu kesadaran kita bahwa begitu menjijikkannya dosa sehingga kita dan orang lain akan memandang jijik atas kesalahan kita … sungguh baguslah perasaan ini bilamana kemudian dapat menjadi dorongan untuk berusaha memperbaiki diri dan mengakukan dosa untuk menerima pengampunan dari Bapa yang Maha Kasih dan Maha Pengampun …

      Saran saya …
      Carilah Bapa Pengakuan …
      Seorang Imam – hanya seorang – tidak berganti-ganti orang – yang akan membantu kita berjuang menjauhi dosa … Seorang yang akan membantu kita menggali, mengolah dan memberi petunjuk apa yang harus kita lakukan agar kita bisa menjauh dari dosa … Sungguh baiklah Allah lewat PuteraNya mengaruniakan kemampuan kepada seorang Imam untuk menuntun kita menjauh dari dosa … Dengan berganti-ganti Imam … saya tidak mendapat kemajuan ini …

      Benar seperti penulis katakan … lebih baguslah kita pergi kepada dokter yang mengetahui kronologis penyakit kita …
      Dan jangan lupa selalu berdoa untuk memohon rahmat Tuhan supaya kita bisa menyesali dan membenci dosa kita, lalu dengan tulus mengakukan dosa dan berjanji untuk sebisa mungkin tidak mengulangi dosa yang sama.

      Oya link ini bagus sekali

      20 Tips Mengaku Dosa yang Baik oleh Romo John Zulsdorf

      Semangat ya …

      Salam
      chatarina

      Suka

      1. Terima kasih Chatarina atas tanggapannya! Sungguh jawaban yang bagus sekali :)

        Cornelius.

        Suka

  25. Anonimus · · Balas

    Apakah seseorang yang berada dalam dosa berat harus meminta pengampunan terlebih dahulu baru kemudian diperbolehkan menerima komuni ?, Apakah komuni yang diterima dalam keadaaan dosa berat dianggap tidak sah ?

    Suka

    1. Benar, kalau seseorang dalam keadaan berdosa berat, maka harus menerima sakramen tobat terlebih dahulu. Kalau menerima Komuni dalam keadaan dosa berat maka sama dengan menambah satu dosa berat lagi, yakni dosa sakrilegi.

      Suka

  26. Sdr. Cornelius, terima kasih tanggapannya. Kalau kerugian itu ditambahi fisik, kiranya jadi lebih tepat ya seturut yang dipahami orang pada umumnya. Saya kurang sreg soal catatan Sdr bahwa semua dosa berawal secara privat/personal, yang kemudian dapat memberikan dampak secara sosial. Ini sekaligus jadi koreksi terhadap catatan saya sendiri: privat (lawannya publik) tidak sama dengan personal (lawannya impersonal). Jadi memang ada dosa yang privat, tetapi takkan lepas dari dimensi sosial. Dimensi sosial ini bukan soal bahwa dampaknya meluas, melainkan bahwa dosa itu sendiri sudah dengan sendirinya menentang sosialitas hidup manusia. (Bukankah kriteria dosa itu sendiri dipahami dalam sosialitas agama manusia juga?)
    Terima kasih.

    Suka

  27. prabowo · · Balas

    Kekatolikan mengatur hampir semua aspek dalam berkeagamaan dan berperikehidupan. Namun jangan sampai keblinger, aturan dan segala sesuatu yang bersifat liturgi atau seremonial tidak selalu harus disikapi dengan batasan boleh dan tidak boleh, dosa atau tidak, merugikan atau tidak merugikan. Saya rasa menjadi orang katolik lebih dari sekedar masalah liturgi dan segala tetek bengek yang ada di dalamnya. Menurut saya, kehadiran Tuhan dalam diri kita merupakan pengalaman pribadi masing-masing. Dan inti dari menjadi seorang katolik adalah bagaimana iman ini membuat kita menjadi sebenar-benarnya manusia. Urusan hakim-menghakimi biar Tuhan saja yang atur. Ada tertulis: “Jangan menghakimi!”, bukan?

    Suka

    1. Halo Prabowo. Memang benar menjadi Katolik lebih dari sekedar liturgi, tetapi dalam dokumen Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Consilium, dikatakan bahwa Liturgi merupakan sumber dan puncak kehidupan Kristiani. Artinya, liturgi itu memang bukan persoalan selera umat. Aturan dalam Liturgi dimaksudkan agar kesakralan dan keagungan Liturgi tetap terjaga, karena melalui Liturgi, kita yang sebelumnya tidak tahu bagaimana berdoa dan menyembah Allah, menjadi tahu.
      Silakan membaca artikel ini, pentingnya aturan dalam Liturgi: https://luxveritatis7.wordpress.com/2013/04/28/pentingnya-aturan-dalam-liturgi/

      Kehadiran Tuhan dalam diri setiap orang memang dialami secara berbeda, namun tidak tepat juga kalau menjadikan pengalaman yang sifatnya subjektif sebagai tolok ukur terhadap segalanya. Bahkan pengalaman iman pun harus dihayati dan dipahami sesuai dengan apa yang sudah diajarkan Gereja. Pernah ada yang cerita kepada saya, “Saya merasa dengan mengikuti kelompok X saya bertumbuh secara rohani. Sedangkan menghadiri Misa itu tidak membuat saya merasakan kehadiran Tuhan. Kamu tidak usah ikut Misa, ikut saja kegiatan kelompok X.” Ini adalah contoh yang keliru ketika menempatkan pengalaman dan bukannya ajaran Gereja sebagai prinsip dalam menjalankan kehidupan sebagai Katolik.

      Lalu mengenai “jangan menghakimi.” Saya balik bertanya, apa itu menghakimi? Apakah kamu sudah yakin bahwa pemahamanmu tentang “jangan menghakimi” sudah sesuai dengan perkataan Yesus dan ajaran Gereja? Kalau memang tidak boleh menghakimi, bukankah kalimat anda yang ini:

      “Namun JANGAN sampai KEBLINGER, aturan dan segala sesuatu yang bersifat liturgi atau seremonial TIDAK SELALU HARUS disikapi dengan batasan boleh dan tidak boleh, dosa atau tidak, merugikan atau tidak merugikan.”

      bukankah dapat dilihat sebagai penghakiman juga?

      Mengenai ungkapan “jangan menghakimi”, berikut ini saya berikan tafsiran Yohanes Krisostomus mengenai ayat tersebut:

      CHRYSOSTOMUS Wherefore He does not say, ‘Do not cause a sinner to cease,’ but do not judge; that is, be not a bitter judge; correct him indeed, but not as an enemy seeking revenge, but as a physician applying a remedy. … Otherwise; He does not forbid us to judge all sin absolutely, but lays this prohibition on such as are themselves full of great evils, and judge others for very small evils. In like manner Paul does not absolutely forbid to judge those that sin, but finds fault with disciples that judged their teacher, and instructs us not to judge these that are above us.

      Jadi umat Katolik memang boleh menghakimi, dengan catatan ia melakukannya seperti seorang dokter yang hendak memberikan perawatan medis.

      Suka

  28. nicodemus · · Balas

    Saya kira dosa memang hubunganya antara pribadi dan Tuhan-nya karena bahkan konteks keimanan tiap individu sangat berbeda bahkan dalam agama yg sama. Apalagi konteks dosa.
    Koreksi soal dosa individu thd Tuhan (spt dosa pornografi, dan masturbasi) sangat riskan dilakukan. Lbh banyak menghasilkan perdebatan drpd menyadarkan.

    Suka

    1. Iya benar dosa memang merusak hubungan manusia dengan Tuhan. Saya kurang begitu maksud perkataan anda “konteks keimanan…dan konteks dosa bisa berbeda bahkan dalam agama yang sama”, karena dalam Gereja Katolik, Gereja sudah menetapkan ajaran yang berhubungan dengan dosa dan iman. Jadi, semestinya seseorang berpikir bersama Gereja, walau mungkin terdapat tantangan masing-masing yang berbeda dalam menjalani kehidupan sebagai Katolik.

      Dosa kan tidak terbatas hanya pada masturbasi dan pornografi, dalam hal-hal lain pun, termasuk dosa-dosa ringan, koreksi masih sangat mungkin dilakukan asalkan motivasinya adalah kasih.

      Suka

  29. maryonobernardus · · Balas

    Pendidikan iman anak usia dini,pendidikan agama dan keagamaan di sekolah utamanya sekolah katolik,pendidikan iman dalam keluarga-2,katekese katolisitas, punya andil besar untuk mengubah wajah Gereja mendang.tapi faktanya keprihatinan akan hal-hal tersebut mendapat porsi yang minim dan akibatnya rambu-rambu kering iman sudah menguning,akankah menjadi merah?!

    Suka

  30. Menanggapi yg mengenai ‘sharing tidak boleh di koreksi’.

    Boleh beri masukan, kira-kira bagaimana cara mengkoreksi seseorang yg sharring sesuatu yg bertentangan (scr objektif) dgn ajaran Gereja, namun dalam pergumulan pribadi dia (subjektif) dlm setiap cobaan dan masalahnya?

    Klo boleh di beri contoh (namun ini hanya contoh, mgkn kurang sempurna or terlalu ‘idealis’), misal seperti ini: “Saya ini selama ini berjuang dlm keluar dari keterikatan saya dengan dosa sexual. Dulu saya ini pergaulannya bebas, free-sex bgitu. Tapi sekarang saya bertahap berusaha keluar. Sejauh ini saya berhasil walau belum total, karena wkt pas lagi kepingin, ya saya pelampiasannya dengan masturbasi saja. Tapi saya merasa Tuhan sudah membimbing saya ke jalan yang benar”.

    Dalam bentuk2 sharring, kadang kala menceritakan pergumulan seseorang, plus kekurang-sempurnaan seseorang dalam mengatasi pergumulan itu. Nah sebagai seorang Katolik yang baik, apabila contohnya seperti di atas, bagaimana kita harusnya menanggapi? Perlu diingat, tanggapan itu juga di harapkan semakin mendorong dia u/ terus menuju jalan yang benar, bukan mematahkan semangat perjuangannya dia.

    Terima kasih. MGBU

    Suka

    1. Menurut saya pertama kali harus dilakukan ialah meluruskan pemahaman keliru bahwa “sharing tidak boleh dikoreksi.” Jadi, dalam sharing, mungkin perlu juga membahas tentang sharing dan bahayanya sharing tanpa koreksi. Lalu perlu juga dibahas peran pemimpin sharing, agar ia tidak sekedar membiarkan sharing yang keliru namun juga berhak mengkoreksinya.

      Kedua, untuk contoh kasus yang diberikan, maka bisa diberikan teguran secara personal, agar pihak yang bersangkutan tidak merasa malu. Atau, semestinya bisa juga di akhir sharing ada kesempatan untuk menjelaskan ajaran Gereja tentang seks, sehingga momen ini bisa menjadi kesempatan untuk mengkoreksi seseorang secara tidak langsung.

      Suka

      1. Thanks Adm.Cornelius atas tanggapannya.

        Saya memang masih perlu belajar untuk memberi tanggapan yang baik dan benar ketika seseorang men-sharring-kan pengalaman / pergumulan rohani nya. Dan yg penting perlu kebijaksanaan yg luas untuk mengerti bagaimana dan kapan waktu yang tepat untuk memberi tanggapan.

        Thanks. MGBU

        Suka

  31. Shalom Admin,

    Terima kasih untuk artikelnya, benar-benar menginspirasi dan menambah khazanah pemahaman beriman Katolik.
    Terus berkarya yaa… Tuhan memberkati. Amin

    Salam,
    Anri

    Suka

  32. Terima kasih postingnya. Pertanyaan kecil: apakah poin pertama dan kedua itu memuat kontradiksi?

    Suka

    1. Halo Romasety,

      Maksudnya kontradiksi yang bagaimana ya? Bisa diperjelas? Sebenarnya untuk poin 1, saya ingin menekankan kalau pertama-tama, dosa itu merugikan Tuhan, contohnya dosa profanasi terhadap sakramen Maha Kudus. Walaupun Tuhan tidak dirugikan secara fisik, namun penekanannya ialah dosa itu melanggar perintah Tuhan, dan dengan melakukannya, kita sudah melakukan sesuatu yang tidak berkenan di hadapan-Nya. Sedangkan poin 2, tujuannya ialah agar dalih “dosa itu hanya urusan saya dan Tuhan” itu terbantahkan, karena ada orang yang menggunakan pernyataan tersebut untuk membiarkan dosa yang dilakukan orang lain. Padahal, kalau melihat orang berdosa, kita harus menegurnya.

      Jadi, benar bahwa dosa tidak selalu merugikan orang lain, namun ada juga aspek sosial dari dosa, yang melibatkan orang lain, walau tidak selalu harus merugikan seseorang.

      Suka

      1. Halo Sdr. Cornelius, terima kasih penjelasannya. Saya kira, kata ‘merugikan’ itu memang sangat liat, bergantung kita menafsirkan kerugian itu seperti apa dan dalam level apa atau dalam jangkauan waktu seperti apa. Pada saat masturbasi, tampaknya ia tidak merugikan orang lain, tetapi jika dipikir secara sistematis, ia menghabiskan waktu yang sebenarnya bisa dipakai untuk kebaikan orang lain. Dalam arti itu juga sebetulnya ia merugikan orang lain (plus kalau mau dilihat lebih jauh bahwa pola perilakunya bisa membangun paradigma terhadap pribadi lain sebagai objek belaka, misalnya).
        Saya hanya mau mengatakan, tidak ada dosa yang bersifat privat. Dosa itu senantiasa bersifat sosial. Akan tetapi, karena Sdr. Cornelius memakai tolok ukur hukum (yang sebenarnya dirumuskan oleh manusia juga), saya bisa mengerti maksudnya. Hanya saja, lalu jadi tampak kontradiktif: kalau dosa memang tidak harus merugikan orang lain, ya berarti dosa itu urusan pribadi seseorang dengan Tuhan belaka. Kalau dosa itu bukan hanya urusan orang dengan Tuhan, lalu urusan dengan siapa lagi kalau bukan dengan sesama juga?
        Semoga ini sedikit memperjelas. Salam.

        Suka

      2. Memang benar bahwa sekilas bisa terasa seperti ada kontradiksi antara poin 1 dan 2 berdasarkan penjelasan anda, dan bergantung pada sejauh mana kata ‘merugikan’ mau ditafsirkan. Oleh karena itu, berikut ini dua tanggapan saya, agar pembaca lain tidak merasa kedua poin tersebut sebagai hal yang kontradiktif.

        Pertama, saya hanya membatasi definisi ‘merugikan’ sebatas pada memberikan dampak negatif secara fisik, karena pada umumnya nuansa ‘kerugian secara fisik’ ini yang timbul dalam percakapan sehari-hari, walau tentu ada juga kerugian yang sifatnya psikis dan ini bisa diperluas lagi.

        Kedua, dosa selalu mencakup aspek privat dan sosial, tidak selalu privat (ini tentu bisa didefinisikan lagi sampai mana batasannya) atau dan tidak melulu sosial saja. Ada saja dosa-dosa yang sifatnya privat, misalnya kalau saya dengan sengaja tidak menghadiri Misa Minggu tanpa alasan yang serius, atau misalnya saya memiliki niat jahat terhadap seseorang dengan sengaja, sekalipun belum tentu saya melaksanakannya, dan karenanya ini menjadi urusan saya dan Tuhan saja. Tentunya dosa yang sifatnya privat ini bisa berdampak secara sosial, namun untuk saat ini saya tidak akan menjabarkan terlalu detail hingga ke sana. Jadi, saya kira kurang tepat juga kalau dikatakan “tidak ada dosa yang bersifat privat”, akan lebih tepat kalau dikatakan begini: “semua dosa berawal secara privat/personal, yang kemudian dapat memberikan dampak secara sosial.”

        Terima kasih atas tanggapannya Romasety. Saya sudah dapat melihat bagaimana poin 1 dan 2 terlihat kontradiktifnya.

        Suka

Pengunjung bertanggung jawab atas tulisannya sendiri. Semua komentar harus dilandasi oleh cinta kasih Kristiani. Semua komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu sebelum ditampilkan. Kami berhak untuk tidak menampilkan atau mengubah seperlunya semua komentar yang masuk.